Bisnis.com, JAKARTA — Kebangkitan pergerakan harga sejumlah aset kripto dari mati suri masih berlanjut.
Bitcoin, kripto dengan popularitas dan kapitalisasi terbesar misal, kembali mendaki pada perdagangan, Senin (23/8/2021). Pergerakan serupa ditunjukkan aset kripto lain seperti Ethereum, ADA hingga Cardano.
Harga saat ini diklaim para analis melebihi ekspektasi. Sebagian pakar lain kemudian memprediksi khusus untuk kasus Bitcoin, harga aset ini akan bergerak hingga $100.000 per keping jika mampu terus konsisten dibeli di atas harga US$50.000 per keping.
1. Bitcoin Bangkit Dekati US$50.000, Saham atau Kripto Jadi Jawara 2021?
Seperti halnya investasi di pasar modal atau saham, kripto sebenarnya juga memiliki potensi sentimen penekan. Salah satu sentimen yang hampir pasti berpengaruh terhadap pergerakan kedua investasi adalah tapering bank sentral AS The Fed.
Bagaimana sentimen tersebut akan berpengaruh? Selengkapnya dapat Anda baca di sini.
Tenaga kesehatan menyuntikkan vaksin COVD-19 kepada warga di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Sabtu (31/7/2021)./ANTARA FOTO-Aprillio Akbar
2. Impor Vaksin Melesat, RI Kebut Vaksin Merah Putih. Sudah Cukup?
Indonesia kembali kedatangan 5 juta dosis vaksin Sinovac dalam bentuk bulk pada Senin (24/8). Menurut klaim Kementerian Keuangan, tambahan kedatangan tersebut membuar ketersediaan vaksin di dalam negeri sudah menyentuh lebih dari 200 juta dosis.
Namun, pekerjaan rumah masih menumpuk lantaran kebutuhan dosis di Indonesia sampai akhir tahun ini mencapai lebih dari 400 juta dosis.
Kebutuhan yang masih tinggi itu pula yang kemudian membuat pengembangan vaksin merah putih masih akan dilanjutkan. Bahkan akan dikebut, menurut janji pemerintah.
Dalam progres pembuatan vaksin itu, saat ini Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dan Badan Ristek dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah membangun BSL-3 atau Animal Biosafety level 3.
BSL-3 adalah fasilitas uji coba terhadap spesies berjenis primata dalam pengembangan vaksin Covid-19, termasuk VMP. Eijkman memperkirakan proses pembuatan fasilitas BSL-3 di Lembaga Ilmu Penelitian di Cibinong bisa rampung pada akhir 2021.
Cerita lebih lengkap soal pengembangan vaksin merah putih dapat Anda baca di sini.
Karyawati beraktivitas di sekitar logo Bank Neo Commerce di Jakarta, Kamis (19/4/2021)./Bisnis-Arief Hermawan P
3. Arah Industri Perbankan dari OJK di Tengah Riuh Bank Digital
Setelah resmi terbitnya regulasi soal bank digital di Indonesia, industri keuangan dan perbankan dalam negeri langsung berbenah. Pihak-pihak yang sebelumnya menyatakan diri akan bertransformasi menjadi penyedia layanan berbasis digital, terutama yang belum memenuhi regulasi, ramai-ramai memasang target.
Sebagai informasi, OJK mengatur ihwal bank digital dalam POJK Nomor 12, 13 dan 14 tahun 2021. Khusus pada pengaturan bank umum melalui POJK No 12/2021, otoritas mempertegas definisi bank digital, syarat pendirian bank, dan teknis operasionalnya.
Aturan itu juga memperjelas bahwa kebijakan kepemilikan asing dalam industri perbankan tanah air tetap diizinkan hingga 99 persen.
Kepemilikan maksimal itu mempersyaratkan terpenuhinya aturan single presence policy. Setelahnya, asing dapat melakukan akuisisi untuk selanjutnya melakukan merger sehingga kepemilikannya di atas aturan kepemilikan tunggal.
Pembahasan tentang bagaimana regulasi tersebut akan mengubah arah industri perbankan dalam negeri dapat Anda baca di artikel ini.
Karyawan memotret layar Indeks harga saham gabungan (IHSG) di main hall Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Senin (23/11/2020)./Bisnis-Abdurachman
4. Emiten Terancam Delisting, Apa Opsi Investor Saham?
Bertambahnya daftar emiten yang terancam delisting di lantai bursa dinilai menjadi pekerjaan rumah bagi regulator. Pasalnya, investor yang memegang saham emiten terkait umumnya kesulitan mendapatkan informasi mengenai opsi yang dimiliki.
Berdasarkan catatan Bisnis, ada 12 emiten yang menghadapi force delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Sementara itu, ada satu emiten yang menyatakan akan angkat kaki dari bursa secara sukarela.
Emiten-emiten tersebut bergerak di sektor yang berbeda-beda, mulai dari perusahaan investasi, sawit, kertas, properti, telekomunikasi, konsumer, otomotif, pertambangan, hingga transportasi.
Investor tentunya perlu mengatur langkah untuk berhadapan dengan risiko delisting emiten yang sahamnya mereka genggam. Pembahasan selanjutnya ada di sini.
Poster promo platform pembayaran digital OVO terpampang di salah satu gerai fesyen pusat perbelanjaan di Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019)./Bisnis-Rachman
5. Kode dari Ovo dan Kabar Investasi di Bank Digital
Sempat berkali-kali dirumorkan mencaplok bank digital dalam negeri, perusahaan dompet digital OVO berkali-kali pula menampik hal tersebut. Namun, situasinya kini berbeda seiring telah terbitnya regulasi OJK terkait bank digital di Indonesia.
Beberapa emiten sebelumnya memang pernah dirumorkan berunding dengan platform ini. Mulai dari PT Bank Capital Indonesia Tbk. (BACA) hingga PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK).
Pembahasan lebih lanjut dapat Anda baca di sini.