Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan mineral, PT Vale Indonesia Tbk., menargetkan final investment decision atau FID untuk proyek smelter di Bahodopi dan Pomalaa (Sulawesi Tenggara) rampung pada akhir 2021.
Presiden Direktur Vale Indonesia Febriany Eddy mengatakan bahwa untuk proyek smelter feronikel Bahodopi perseroan akan menggaet calon partner dari China, tetapi hingga saat ini perseroan masih kesulitan merampungkan negosiasi seiring dengan pandemi Covid-19.
Hingga saat ini perseroan merampungkan beberapa negosiasi, dan diharapkan dapat merampungkan kepakatan prinsip pada tahun ini yang akan dilanjutkan ke kesepakatan lain yang lebih detail.
“Kami juga sambil bekerja paralel, menyiapkan permit yang dibutuhkan sehingga FID proyek Bahodopi ditargetkan selesai pada akhir tahun ini atau paling lambat awal tahun depan,” ujar Febriany saat paparan publik, Kamis (29/4/2021).
Begitu juga, untuk proyek smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Pomalaa. Perseroan juga mengaku mengalami kesulitan menjalankan negosiasi akibat pandemi Covid-19. Adapun, dalam proyek ini perseroan akan menggaet perusahaan asal Jepang.
Saat ini, progres proyek itu sudah mencapai negosiasi inti sehingga diharapkan perseroan dapat melakukan FID proyek Pomalaa pada tahun depan.
Baca Juga
Adapun, Febri mengaku perseroan menggaet kedua calon perusahaan itu seiring dengan kemampuan dan teknolongi dari masing-masing perusahaan sudah terbukti.
Dia menilai perusahaan Jepang itu memiliki teknologi yang terbukti untuk smelter HPAL di Pomalaa, sedangkan China memiliki teknologi yang terbukti juga untuk smelter feronikel RKEF di Bahodopi.
Untuk diketahui, emiten berkode efek INCO itu akan menggelontorkan investasi sekitar US$2,5 miliar untuk proyek Pomalaa sedangkan proyek Bahodopi membutuhkan US$1,5 miliar. Namun, nilai proyek tersebut dapat berubah dan dipastikan saat FID.
Selain itu, penyesuaian FID kemungkinan akan berdampak pada target penyelesaian setiap proyek. INCO semula menargetkan proyek Pomalaa rampung pada 2025, sedangkan proyek Bahodopi rampung pada 2024.
Di sisi lain, Direktur Vale Indonesia Dani Widjaja menjelaskan bahwa penyesuaian FID proyek itu juga berkaitan dengan misi perseroan untuk mengurangi emisi karbon.
“Kami sudah mempelajari LNG sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik di smelter, tetapi partner kami masih design menggunakan batu bara, melihat komitmen Vale untuk mengurangi gas karbon, kami berpendapat proyek baru ini bisa memakai LNG mulai dari awal,” ujar Dani.
Dia menjelaskan bahwa emisi karbon menggunakan bahan bakar LNG merupakan setengah dari emisi karbon dengan bahan bakar batu bara.
Dengan demikian, perubahan itu dinilai patut diperjuangkan seiring dengan perseroan yang akan mengutamakan investasi dengan praktik berkelanjutan.