Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas dunia kembali menguat ditengah pernyataan bank sentral AS terkait potensi inflasi. Sejumlah sentimen yang ada berpotensi mengerek harga emas ke level yang lebih tinggi.
Berdasarkan data Bloomberg pada Kamis (8/4/2021), harga emas di pasar Spot sempat naik hingga 0,34 persen ke level US$1.743,58 per troy ounce. Sedangkan, harga emas Comex juga sempat menguat hingga 0,11 persen ke posisi US$1.743,50 per troy ounce.
Adapun, harga logam mulia ini telah terkoreksi lebih dari 8 persen sepanjang tahun 2021 ditengah prospek positif pemulihan ekonomi dunia. Penguatan imbal hasil obligasi AS atau US Treasury juga semakin menekan pergerakan harga emas.
Turunnya minat terhadap emas terlihat dari banyaknya investor yang melepas exchange traded funds (ETF) berbasis emas. Data dari SPDR Gold Trust menyebutkan, tingkat kepemilikan ETF emasnya turun 0,35 ton ke posisi 1.029,69 ton hingga Rabu (7/4/2021).
Hasil pertemuan bank sentral AS, The Fed pada 16–17 Maret yang dirilis pada Rabu kemarin waktu AS menunjukkan sikap The Fed yang masih waspada dan memerlukan lebih banyak kemajuan sebelum menghentikan program pembelian obligasinya.
Selain itu, The Fed juga menyatakan potensi kenaikan inflasi hanya akan terjadi sementara. Adapun, kenaikan inflasi dapat menjadi katalis positif bagi penguatan harga emas.
Baca Juga
Pelaku pasar juga akan memantau pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell, dalam diskusi panel terkait perekonomian global pada Kamis waktu setempat.
Business Development Manager Guardian Gold di Sydney, John Feeney mengatakan The Fed kemungkinan akan tetap mempertahankan kebijakan akomodatifnya dalam beberapa waktu. Hal ini diprediksi akan tetap berlanjut apabila nantinya inflasi AS mengalami kenaikan.
“Kunci utama untuk harga emas adalah seberapa besar tingkat inflasi melewati level yang diinginkan dan efeknya terhadap imbal hasil obligasi AS (US Treasury),” jelasnya dikutip dari Bloomberg.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebutkan, penguatan emas saat ini ditopang oleh melemahnya indeks dolar AS. Menurutnya, kenaikan emas saat ini bersifat terbatas. Hal tersebut disebabkan oleh pernyataan The Fed yang menganggap kekhawatiran terhadap kenaikan inflasi yang dinilai bersifat sementara.
Kendati demikian, Ibrahim meyakini peluang penguatan harga emas hingga akhir tahun masih terbuka. Hal tersebut didukung oleh prospek munculnya stimulus tambahan dari negara-negara Eropa.
Ia memaparkan, penyebaran virus corona membuat sejumlah negara di Eropa masih memberlakukan kebijakan lockdown yang akan menghambat pemulihan ekonomi di wilayah itu. Guna memulihkan perekonomian tersebut, negara-negara di Eropa akan mengeluarkan paket-paket stimulus.
"Prospek stimulus besar-besaran ini berimbas pada kenaikan inflasi, yang akan menjadi katalis positif untuk harga emas," jelas Ibrahim saat dihubungi pada Kamis (8/4/2021).
Ibrahim memprediksi, harga emas dapat akan bergerak di kisaran ke level US$1.600 per troy ounce hingga US$1.800 per troy ounce hingga semester I/2021.
Sementara itu, hingga akhir tahun batas atas harga emas diprediksi pada level US$1.950 per troy ounce.
Secara terpisah, Founder Traderindo.com Wahyu Laksono menyebutkan, penguatan harga emas disebabkan oleh optimisme pasar yang memicu koreksi dolar AS. Menurutnya, saat ini isu kenaikan inflasi sedang mereda seiring dengan munculnya pernyataan dari The Fed.
Meski tengah menguat, Wahyu mengatakan posisi harga emas saat ini belum aman. Pasalnya, kondisi fundamental aset ini secara umum belum berubah.
Selain itu, secara teknikal, pergerakan harga emas juga belum terlalu signifikan. Hal tersebut karena emas masih tidak dapat menembus level US$1.770 per troy ounce.
“Emas membutuhkan isu atau sentimen baru selain imbal hasil obligasi AS untuk bergerak lebih lanjut,” paparnya.
Untuk itu, Wahyu memprediksi harga emas akan bergerak pada rentang US$1.700 hingga US$1.770 per troy ounce dalam jangka pendek.
Sementara, dalam jangka menengah, kisaran harga emas berada di level US$1.600 sampai US$1.800 per troy ounce.
Chief Market Analyst AvaTrade, Naeem Aslam dalam risetnya menyebutkan, koreksi harga emas yang terjadi selama beberapa pekan belakangan kemungkinan hanya bersifat sementara. Hal tersebut dapat terjadi apabila investor mengkhawatirkan keberlanjutan penguatan pasar saham.
Aslam memaparkan, sejauh ini pasar mempercayai bahwa sejumlah sentimen positif yang mendorong kenaikan pasar saham telah diperhitungkan atau priced-in. Sentimen ini memunculkan kesempatan bagi para investor untuk menghentikan aksi beli dari saham dalam beberapa waktu.
“Kekhawatiran terhadap kenaikan inflasi saat ini memang nyata, dan katalis ini dapat menjadi momentum untuk pergerakan harga emas,” jelasnya.
Sementara itu, laporan dari TD Securities menyebutkan, harga emas kesulitan menjaga pergerakan uptrendnya seperti pada masa pandemi virus corona. Hal ini terjadi ditengah turunnya inflow dana yang masuk ke aset ini.
“Emas masih berpotensi mendapat katalis positif dari kenaikan minat bank sentral untuk membelinya,” demikian kutipan laporan tersebut.
Adapun, Hungaria telah meningkatkan jumlah cadangan emasnya sebanyak tiga kali lipat. Data dari Bank Sentral Hungaria mencatat, tingkat kepemilikan emas hingga akhir Maret lalu mencapai 94,5 ton.
Laporan dari World Gold Council menyebutkan, pada Februari 2021 bank sentral dunia saat ini menjadi net buyer terbesar. Angka pembelian terbesar dicatatkan oleh bank sentral India dengan 11,2 juta ton.
“Secara bulanan, pembelian yang dilakukan Hungaria adalah yang terbesar sejak Polandia memborong 94,9 ton emas pada Juni 2019 lalu,” demikian kutipan dari World Gold Council.
Selama 1 dekade terakhir, bank sentral menjadi pendukung kenaikan harga emas. Namun, pada kuartal III/2020 lalu, posisi bank sentral berbalik menjadi net seller seiring reli harga memicu aksi profit taking.
Krishan Gopaul, Market Intelligence Manager at the World Gold Council mengatakan, bank sentral akan tetap menjadi net buyer emas sepanjang 2021. Tingkat permintaan dari institusi ini akan tetap stabil.