Bisnis.com, JAKARTA – Harga bijih besi mengalami rebound seiring dengan sikap investor yang memperhitungkan prospek stimulus dari Amerika Serikat terhadap permintaan yang melambat jelang perayaan tahun baru imlek di China.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (9/2/2020), harga bijih besi berjangka di Singapura sempat naik hingga 3,1 persen ke level US$155,50 per ton hingga pukul 11.22 waktu setempat. Pada pekan lalu, harga bijih besi terkoreksi sebesar 3 persen.
Sementara itu, harga bijih di Dalian Commodity Exchange (DCE) juga kembali menguat 3,54 persen ke US$1.052 per ton. Catatan ini memperpanjang reli harga bijih besi menjadi 4 hari beruntun sekaligus reli terpanjang sejak 30 November 2020.
Adapun, koreksi harga bijih besi pada bursa Singapura selama tiga pekan merupakan tren terburuk sejak April tahun lalu. Harga komoditas ini terus melemah setelah menyentuh level US$170 per ton Desember lalu.
Selain itu, jumlah persediaan bijih besi yang tertahan pada impotir nomor 1 dunia, China, juga melonjak ke level tertinggi sejak November 2020
Penguatan harga bijih besi salah satunya ditopang oleh sikap investor yang memonitor pernyataan Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, terkait pemulihan ekonomi.
Baca Juga
Dalam sebuah acara bincang-bincang pekan lalu, Yellen mengatakan AS dapat kembali ke kondisi lapangan kerja penuh (full employment) pada 2022 mendatang. Hal ini dapat terjadi apabila pemerintah dapat mengeluarkan paket stimulus fiskal yang cukup kuat.
Yellen melanjutkan, data tenaga kerja yang berada dibawah ekspektasi saat ini juga mencerminkan AS membutuhkan lebih banyak stimulus ekonomi.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan nonfarm payrolls AS hanya tumbuh 49.000 dari bulan sebelumnya setelah penurunan pada Desember sebesar 227.000 . Sementara tingkat pengangguran turun menjadi 6,3 persen.
Sebelumnya, proyeksi median dalam survei Bloomberg terhadap para ekonom memperkirakan kenaikan nonfarm payrolls sebesar 105.000 dan tingkat pengangguran 6,7 persen.
Selain itu, penguatan bijih besi juga ditopang oleh kinerja perusahaan-perusahaan terkait yang menunjukkan tren perbaikan. Sejumlah perusahaan penghasil baja di Jepang mengaku optimistis prospek tahun 2021 akan lebih baik dibanding tahun lalu.
Nippon Steel Corp., dan Kobe Steel Ltd mencatatkan keuntungan pada laporan keuangan untuk Desember 2020. Hal tersebut membuat saham kedua perusahaan ini bergerak naik.
Sementara itu, laporan dari Citigroup Inc., menyebutkan, harga bijih besi akan naik ke level US$165 per ton dalam tiga bulan mendatang. Reli tersebut kemudian akan terhenti dan membuat harga komoditas bahan baku pembuatan baja ini parkir di level US$140 pada 2021 dan US$110 di tahun 2022.
“Dengan harga perdagangan yang berada diatas biaya produksi, harga bijih besi dalam jangka pendek akan tetap fluktuatif,” demikian kutipan laporan tersebut.