Bisnis.com, JAKARTA - Saham-saham berkapitalisasi pasar kecil hingga menengah berhasil unjuk gigi pada tahun ini. Hal itu tercermin dari indeks SMC Liquid yang berhasil membukukan performa ciamik sepanjang tahun berjalan 2020.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), kinerja indeks kelompok saham kapitalisasi pasar kecil hingga menengah yang memiliki likuiditas tinggi atau indeks SMC Liquid itu telah mencetak return positif secara year to date, atau naik 8,92 persen. Hal itu menjadikan indeks SMC Liquid sebagai indeks saham di BEI dengan kinerja terbaik sepanjang tahun berjalan 2020.
Bahkan, kinerja indeks itu berhasil mengungguli indeks harga saham gabungan (IHSG) dan indeks LQ45 yang masih berada di teritori negatif, yaitu masing-masing terkoreksi 3,1 persen dan 5,14 persen.
Kendati demikian, kinerja indeks SMC Liquid masih kalah ciamik dibandingkan dengan indeks sektoral Jakmine yang telah meroket 25,23 persen secara tahun berjalan 2020. Adapun, pada penutupan perdagangan Jumat (18/12/2020) indeks SMC Liquid parkir di posisi 347,05, menguat 1,61 persen.
Sementara itu, penguatan kinerja indeks SMC Liquid sepanjang tahun berjalan 2020 berhasil dipimpin oleh saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) yang berhasil naik 133,22 persen, diikuti saham PT Merdeka Copper Gold Tbk., (MDKA) yang naik 109,35 persen, dan saham PT Timah Tbk. (TINS) yang menguat 94,55 persen.
Tidak kalah, saham PT Indosat Tbk. (ISAT) juga naik 56,7 persen, saham PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA) naik 52,48 persen, dan saham PT Vale Indonesia menguat 47,66 persen.
Baca Juga
Analis PT Phillip Sekuritas Anugerah Zamzami mengatakan bahwa kinerja indeks SMC Liquid yang mengungguli kinerja indeks saham lainya didukung oleh faktor seleksi saham di sektor pertambangan.
Untuk diketahui, dalam tiga bulan terakhir harga komoditas mulai dari minyak, timah, nikel, tembaga, hingga batu bara berhasil menguat signifikan dan bangkit dari level terendahnya sehingga mendorong penguatan saham-saham sektor pertambangann
“Namun, banyak saham mining di IDX SMC Liquid yang naik kencang, tapi bukan anggota LQ45 seperti TINS, ELSA, dan HRUM. Selain itu, bobot sektor mining di IDX SMC Liquid juga lebih besar, yaitu 18 persen dibandingkan indeks LQ45 yang hanya sebesar 4 persen,” ujar Zamzami kepada Bisnis, Jumat (18/12/2020).
Sementara itu, Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa kinerja indeks SMC Liquid didukung oleh pertumbuhan jumlah investor ritel di pasar modal dalam negeri pada tahun ini.
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), hingga 10 Desember 2020 tercatat penambahan investor atau SID baru tumbuh 48,82 persen atau 1.212.930 SID menjadi 3.697.284 SID. Pertumbuhan itu pun menjadi kenaikan SID tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia.
Dari sisi pertumbuhan SID baru saham, yakni sebanyak 488.088 SID baru saham, jumlahnya naik 93,4 persen dari total pertumbuhan SID baru saham di tahun lalu sebesar 252.370 SID baru saham di 2019.
Saat ini jumlah investor saham per 10 Desember 2020 sebanyak 1.592.698 SID atau setara dengan 44,19 persen dari jumlah investor saham di Pasar Modal Indonesia.
“Investor ritel dan yang pemula khususnya pasti akan fokus mencari saham yang murah, contoh di rentang Rp1.000 hingga Rp5.000 per saham, tetapi memiliki likuiditas tinggi ketimbang saham big caps yang sudah pasti mahal. Oleh sebab itu, indeks SMC Liquid berhasil outperform,” papar Nafan kepada Bisnis, Minggu (20/12/2020).
Apalagi, munculnya banyak influencer pasar modal baru seperti Ustad Yusuf Mansur dan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, telah membantu memberikan literasi pasar modal sehingga investor ritel pun diyakini semakin bertumbuh.
Dengan demikian, kinerja SMC Liquid pun bisa semakin moncer dan mencetak pertumbuhan sangat baik pada tahun depan.
Di sisi lain, Nafan memprediksi optimisme semakin bergulir di pasar modal dalam negeri pada tahun depan sehingga akan menguatkan tidak hanya indeks SMC Liquid, tetapi seluruh indeks yang ada di Bursa Efek Indonesia.
Hal itu pun seiring dengan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia maupun global yang lebih cerah, penerapan UU Cipta Kerja, dan potensi derasnya aliran dana asing ke Indonesia pada 2021.
“Sektor infrastruktur, konsumer, financing, dan mining menarik dicermati. Namun, tren bullish tengah berlangsung di berbagai sektor. Dengan demikian, tren ini bisa dimanfaatkan oleh pelaku investor untuk mulai chip-in,” papar Nafan.
Secara spesifik, dia memilih saham ASII, BBCA, BBNI, BBRI, BMRI, CPIN, GGRM, HMSP, INDF, INTP, KLBF, PGAS, PTBA, TLKM, dan UNTR sebagai saham-saham yang dapat dicermati investor menjelang penutupan tahun ini.