Bisnis.com, JAKARTA — Adanya penerbitan seri surat utang negara (SUN) baru atau new issuance dinilai menjadi salah satu daya tarik lelang yang diadakan esok hari, Selasa (7/9/2020).
Seperti diinformasikan dalam keterangan resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan RI, besok pemerintah akan menawarkan dua Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan tiga Obligasi Negara (ON).
SPN terdiri dari penerbitan baru yakni seri SPN03201209 dan SPN12210909, sedangkan ON terdiri dari reopening FR0086, FR0087, FR0080, FR0083, dan FR0076.
Untuk dua SPN baru yang ditawarkan memiliki jatuh tempo singkat yakni SPN03201209 dengan jatuh tempo 9 Desember 2020 dan SPN12210909 dengan jatuh tempo 9 September 2021. Keduanya memiliki tingkat kupon diskonto.
Associate Direktur of Research and Investment Pilarmas Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan potensi lelang konvensional pekan ini cukup menarik perhatian investor karena pelaku pasar bakal mengincar kedua seri SPN baru.
“Tentu ini menarik apalagi dua seri baru ini tenornya pendek-pendek,” katanya kepada Bisnis, Senin (7/9/2020).
Baca Juga
Menurutnya, di tengah kondisi pasar yang masih dibayangi ketidakpastian seperti saat ini, seri-seeri dengan tenor pendek masih menjadi favorit. Ini juga akan menjadi pendorong penawaran masuk di lelang besok.
Di sisi lain, pemerintah juga bakal banyak menyerap kedua seri baru tersebut. Pasalnya, Nico menilai secara nominal outstanding keduanya masih kecil sehingga masih sejalan dengan tren penyerapan pemerintah.
Adapun, berdasarkan rilis DJPPR, pemerintah mengalokasikan pembelian non-kompetitif 50 persen dari nilai yang dimenangkan untuk dua seri baru tersebut.
“Untuk kali ini juga saya rasa nggak akan lebih dari Rp25 triliun. Biasanya juga sekitar itu memang,” imbuhnya.
Kendati demikian, Nico menilai lelang esok hari masih akan dibayangi oleh kekhawatiran pelaku pasar akan rencana amandemen Undang-undang Bank Indonesia. Menurutnya, hal ini memberikan sentimen yang tak begitu baik bagi pasar.
Nico menyebut wacana amandemen membuat para pelaku pasar khawatir Bank Indonesia akan kehilangan indepensensinya karena adanya campur tangan pemerintah dan akan mempengaruhi kebijakan moneter yang dibuatnya.
“Makanya beberapa hari ini pasar obligasi, pasar saham, mengalami pelemahan,” ungkap Nico.
Dia mengatakan adanya rencana perubahan UU tidak tepat di tengah situasi yang masih tidak pasti, terlebih dengan adanya pandemi. Ini juga membuat investor cenderung akan memilih untuk bersikap wait and see karena menunggu kepastian rencana tersebut.
“Kalau situasi udah clear, pandemi sudah teratasi, ekonomi udah stabil lagi, baru akan membuat pelaku pasar lebih bisa menerima karena momennya tepat. Kalau situasi kayak gini, amandemen dianggap gak diperlukan,” tukasnya.