Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meski Jawara Asean, IPO Jumbo di BEI Masih Tunggu Pasar Stabil

Sebanyak 26 perusahaan melakukan aksi penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada Januari 2020—April 2020. Jumlah itu menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara sekaligus melewati Singapura dengan enam perusahaan dan Malaysia dengan delapan perusahaan.
Pekerja mengambil gambar pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan ponselnya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/5/2020). Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pergerakan IHSG pada Senin (11/5/2020) berakhir di level 4.639,1 dengan penguatan sekitar 0,91 persen atau 41,67 poin dari level penutupan perdagangan sebelumnya. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pekerja mengambil gambar pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan ponselnya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/5/2020). Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pergerakan IHSG pada Senin (11/5/2020) berakhir di level 4.639,1 dengan penguatan sekitar 0,91 persen atau 41,67 poin dari level penutupan perdagangan sebelumnya. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah calon emiten baru dengan nilai emisi jumbo masih menunda rencana penawaran umum perdana saham atau initial public offering di tengah kondisi pasar yang tidak stabil akibat penyebaran pandemi Covid-19.

Bloomberg mencatat sebanyak 26 perusahaan melakukan aksi penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada Januari 2020—April 2020. Jumlah itu menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara sekaligus melewati Singapura dengan enam perusahaan dan Malaysia dengan delapan perusahaan.

Kendati jumlah emiten yang melantai perdana terbilang banyak, Bloomberg menyebut nilai penggalangan dana yang dihimpun lewat IPO relatif kecil. Rerata ukuran penawaran umum hanya US$10 juta atau turun 74 persen dibandingkan dengan US$36 juta periode yang sama tahun lalu.

Tercatat, total yang digalang melalui equity capital market (ECM) senilai US$272 juta pada Januari 2020—April 2020. Nilai itu turun dibandingkan dengan US$550 juta periode yang sama tahun lalu.

Meski Jawara Asean, IPO Jumbo di BEI Masih Tunggu Pasar Stabil

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi mengatakan nilai emisi IPO sepanjang periode berjalan 2020 lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurutnya, kondisi itu tidak terlepas dari dampak penyebaran pandemi Covid-19.

“Alhamdulillah kita [Indonesia] masih tertinggi namun memang dari sisi nilai jauh dari tahun sebelumnya mengingat pandemi Covid-19 sampai sekarang belum berakhir,” jelasnya kepada Bisnis, Senin (18/5/2020).

Inarno mengungkapkan proses IPO sampai saat ini masih normal dilakukan. Kendati demikian, otoritas melakukannya secara elektronik.

“Baik dari one on one meeting hingga publik ekspose kami lakukan secara elektronik,” imbuhnya.

Berdasarkan data BEI, tercatat sebanyak 27 emiten telah melantai di bursa sepanjang periode berjalan 2020. PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk. menjadi emiten ke-27 yang melakukan IPO.

Adapun, BEI mencatat setidaknya sudah 18 perusahaan yang siap go public dalam pipeline penawaran umum saham perdana per 8 Mei 2020.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, nilai emisi IPO terbesar sepanjang periode berjalan 2020 masih ditempati oleh PT Metro Healthcare Indonesia Tbk. (CARE). Perseroan mengantongi dana segar Rp1,03 triliun setelah melantai resmi melantai di BEI pada 13 Maret 2020.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Samsul Hidayat menilai banyak calon emiten yang mengubah rencana IPO dari semula semester I/2020. Keputusan itu menurutnya setelah mempertimbangkan kondisi saat ini.

“Sulit untuk menjual saat ini. Dengan kondisi seperti ini, tentunya banyak perusahaan yang mengubah rencana mereka,” ujarnya.

Samsul menjelaskan bahwa biasanya IPO digunakan untuk ekspansi dan restrukturisasi modal. Di tengah penyebaran pandemi Covid-19, banyak perusahaan yang lebih mengutamakan kelangsungan usaha prioritas.

Kendati demikian, dia meyakini calon emiten dengan nilai emisi IPO besar tetap dapat mengeksekusi rencananya. Dengan catatan, perseroan memiliki industri yang prospektif dan menarik.

“Kalau industrinya prospektif dan menarik meskipun kondisi seperti sekarang mereka bisa tetap IPO,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Octavianus Budiyanto mengatakan eksekusi IPO yang terjadi sepanjang Januari 2020—April 2020 memang telah direncanakan sejak 2019. Menurutnya, emisi dengan nominal kecil terealisasi berkat adanya komitmen dari investor strategis.

“Tetapi yang besar-besar akan menunggu sampai pasar kondusif dan daya serapnya membaik agar mendapat harga yang optimal,” ujarnya.

Octavianus menyebut calon emiten dengan bisnis yang baik, pertumbuhan dua digit, serta cerita menarik pasti akan tetap diburu oleh investor di tengah penyebaran pandemi Covid-19. Namun, tantangan yang dihadapi yakni saham-saham yang sudah mengalami penurunan dan harganya sudah murah.

Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan bagi calon emiten yang baru mulai mencari investor untuk menyerap saham IPO saat ini cukup berat. Pasalnya, para investor dibayangi kekhawatiran harga saham yang sulit naik cepat dalam waktu singkat.

Selain itu, Hans menyebut calon emiten baru saat ini juga harus bersaing dengan saham blue chip yang harganya sudah terdiskon. Gejolak pasar yang terjadi akibat penyebaran Covid-19 membuat saham blue chip kini memiliki valuasi yang murah.

Kendati demikian, dia menilai IPO saat ini tidak akan menjadi masalah apabila calon emiten baru telah memiliki investor strategis.

“Kalau mereka sudah mempersiapkannya sejak lama dan sudah mendapatkan investor ya mereka jalankan saja [IPO]. Kalau baru cari investor sekarang agak berat,” jelasnya.

Hans menekankan agar investor yang ingin membeli saham IPO memahami secara betul bisnis perseroan, prospek, dan fundamental yang dimiliki. Dengan demikian, mereka dapat memiliki portofolio yang tepat di tengah situasi saat ini.

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper