Bisnis.com, JAKARTA – Kehadiran Danantara Indonesia di dalam lanskap perekonomian dan bisnis Tanah Air dinilai dapat menggenjot pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), yang pada akhirnya dapat berkontribusi untuk menekan yield Surat Berharga Negara (SBN).
Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan ketika ada variabel tantangan baru berupa peningkatan pembiayaan utang via SBN, katalis positif yang baru datang dari kehadiran Danantara. Kehadiran lembaga baru ini, bersama peran sektor swasta diharapkan menjadi motor pertumbuhan baru.
Sinergi pemerintah dan swasta ini menjadi penting bukan hanya untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi, tetapi juga memperkuat inovasi pembiayaan ke depan.
"Namun, tantangan Indonesia tidak berhenti pada soal fiskal dan pasar keuangan. De-industrialisasi yang berlanjut membuat struktur ekonomi tetap rapuh. Ekspor kehilangan nilai tambah, impor barang manufaktur kian besar, dan defisit transaksi berjalan sulit diperbaiki. Akibatnya, rupiah cenderung rentan dan ruang untuk meraih kenaikan peringkat utang tetap sempit," kata Handy dalam keterangan, Senin (25/8/2025).
Handy menegaskan bahwa menurunkan yield SBN seperti maraton, bukan sprint jangka pendek. Resep lima tahun lalu juga dia nilai sejatinya masih relevan, yang sebagian sudah dijalankan. Buktinya, premi risiko menyempit, stabilitas makro relatif terjaga, dan basis investor kian luas.
Namun, menurutnya Indonesia tetap akan sulit mengejar ketertinggalannya dibanding negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand apabila pemerintah tidak melakukan terobosan baru dari disiplin fiskal yang konsisten, dorongan serius menuju rating upgrade, serta reindustrialisasi yang memperkuat daya saing, hingga reformasi pasar keuangan.
"Seperti pernah diingatkan Winston Churchill, to improve is to change, to be perfect is to change often. Perubahan cepat dan berani adalah kunci bila Indonesia ingin melangkah sejajar, bahkan melampaui tetangga," pungkasnya.
Adapun, pekerjaan rumah pemerintah untuk menekan yield SBN masih banyak. Hal ini diperlukan agar pemerintah bisa menarik utang dengan biaya lebih murah sehingga tidak menjadi tekanan berat APBN.
Apalagi, dalam RAPBN Tahun Anggaran 2026, pembiayaan utang yang ditargetkan mencapai Rp781,9 triliun, terdiri dari SBN senilai Rp749,2 triliun dan pinjaman senilai Rp 32,7 triliun.
Pembiayaan utang tahun depan lebih besar dibanding tahun ini. Dalam APBN 2025, penarikan utang melalui SBN ditetapkan sebesar Rp585,1 triliun sedangkan pinjaman mencapai Rp130,4 triliun.