Bisnis.com, JAKARTA—Seiring dengan tekanan pasar, kinerja reksa dana berbasis saham dan obligasi tergerus sepanjang kuartal pertama tahun ini. Manajer investasi pun putar strategi.
Berdasarkan data Infovesta Utama per 3 April 2020, sepanjang tahun berjalan reksa dana saham saham yang tercermin dalam Infovesta 90 Equity Fund Index menjadi instrumen investasi kolektif dengan kinerja paling negatif yakni -28,70 persen secara year to date.
Imbal hasil negatif tersebut seiring dengan tertekannya pasar saham. Tercatat, dalam periode yang sama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi acuan reksa dana saham terkoreksi sebanyak 26,61 persen.
Selanjutnya, kinerja reksa dana pendapatan tetap juga tak jauh berbeda. Sepanjang tahun berjalan, reksa dana pendapatan tetap yang yang tercermin dalam Infovesta 90 Income Fund negatif 2,46 persen.
Kinerja tersebut sejalan dengan kinerja kombinasi indeks acuan obligasi Infovesta Government Bond Index dan Infovesta Corporate Bind Index yang tercatat negatif 0,34 persen.
Dengan hasil demikian, kinerja reksa dana campuran juga tak berdaya. Reksa dana yang dilustrasikan dalam Infovesta 90 Balanced Fund Index juga membukukan return yang negatif sedalam 16,44 persen.
Baca Juga
Sementara itu kinerja reksa dana pasar uang yang tergambar dalam Infovesta 90 Money Market Fund Index menjadi satu-satunya yang mencatatkan kinerja positif yakni 1,20 persen sepanjang tahun berjalan.
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan di tengah situasi pasar saat ini pihaknya melakukan sejumlah strategi. Untuk reksa dana berbasis saham, Avrist AM secara bertahap meningkatkan bobot saham di portofolio dengan memanfaatkan valuasi yang rendah.
“Terutama di saham kapitalisasi besar dengan fundamental yang baik,” ujarnya, Selasa (7/4/2020).
Sementara untuk obligasi, Farash memilih seri Surat Berharga Negara (SBN) dengan rasio yield tinggi dan durasi panjang, kemudian secara bertahap meningkatkan durasi seiring perbaikan pasar. Adapun untuk surat utang korporasi, fokus pada obligasi dengan yield memadai dan perusahaan yang berasal dari grup yang kuat.
Senada, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan saat ada dana dari subscription, pihaknya mulai melakukan pembelian saham dengan dividen yield yang tinggi atau saham dengan valuasi yang sangat terdiskon.
“Saham kan sekarang semua sedang murah. Ada yang kita beli dia punya valuasi sudah murah sekali di bawah 5x,” tutur Rudiyanto kepada Bisnis, Selasa (7/4/2020).
Kemudian untuk obligasi, Rudiyanto menyebut pihaknya tak terlalu mengutak-atik portofolio surat utang, baik SBN maupun obligasi korporasi karena komposisinya sudah ditetapkan sejak awal.
“Cuma kalau misalnya ada SUN kita ikut beli untuk jangka panjang, untuk kejar potensi rebound jangka panjang. Itu kalau ada dana dari subscription,” tambahnya.
Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan mengatakan portofolio MAMI cenderung sangat fluid dan dinamis. Pihaknya juga terus mencermati perkembangan Covid-19 secara global dan potensi rebound di pasar apabila penyebaran virus menjadi lebih terkendali.
“Kami terus memastikan portofolio dikelola secara pruden, di mana tim investasi kami terus melakukan analisa dampak dari kondisi ekonomi terkini terhadap kesehatan emiten dan keseluruhan portofolio,” ujar dia.