Bisnis.com, JAKARTA - Yen tampak akan mengakhiri September sebagai mata uang kelompok G-10 dengan kinerja terburuk. Prospek bearish pun diproyeksi masih membayangi yen hingga akhir tahun.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (26/9/2019) hingga pukul 13.11 WIB, yen bergerak menguat 0,12% menjadi 107,64 yen per dolar AS. Sepanjang September, yen telah bergerak melemah 1,41%, menjadi yang terburuk kedua di antara mata uang kelompok G-10. Kinerja yen tepat berada di atas mata uang krone yang melemah 1,45%.
Sementara itu, penguatan mata uang kelompok G-10 dipimpin oleh dolar Selandia Baru yang berhasil menguat 1,48% diikuti oleh euro dan dolar Australia yang masing-masing naik 1,35% dan 0,34%.
Di sisi lain, saat ini indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang mayor bergerak melemah 0,1% menjadi 98,94.
Kepala Riset Pasar Jepang JP Morgan di Tokyo Tohru Sasaki mengatakan bahwa penuruan yen dipicu oleh tanda-tanda kemajuan dalam pembicaraan hubungan perdagangan AS-China sehingga mendorong para investor untuk beralih ke aset berisiko, mengurangi permintaan aset investasi aman, seperti yen.
Tohru Sasaki juga mengatakan bahwa prospek bearish yen juga bertepatan dengan pelunasan besar-besaran obligasi pemerintah Jepang. Kini, sebagian besar dari uang terlihat diinvestasikan kembali dalam aset di luar negeri akibat imbal hasil obligasi lokal yang turun mendekati rekor level terendah.
Baca Juga
Adapun, obligasi Pemerintah Jepang senilai sekitar 24,3 triliun yen atau setara dengan US$226 miliar akan jatuh tempo selama sisa tahun 2019, dengan nilai obligasi pada Desember saja mencapai 18,9 triliun yen.
“Investor Jepang diprediksi menjual yen karena mereka perlu mengalokasikan dana mereka di luar negeri untuk mencari tingkat pengembalian yang baik. Dolar AS akan menguji sekitar 109 yen per dolar AS hingga 110 yen per dolar AS dalam waktu dekat,” ujar Tohru seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (26/9/2019).
Oleh karena itu, untuk berharap yen dapat membalikkan posisinya pada kuartal terakhir tahun ini semakin sulit. Apalagi, mengingat kuartal keempat telah menjadi kutukan bagi bulls yen selama 10 tahun terakhir.
Tercatat, sepanjang 10 tahun terakhir, kuartal keempat menjadi kuartal terburuk bagi yen dengan mata uang melemah rata-rata sebesar 3,6%. Kendati demikian, masih terdapat sejumlah faktor baik internal Jepang maupun eksternal yang dapat mengayunkan yen selama kuartal keempat.
Mata uang tetap sangat sensitif terhadap berita tentang perdagangan dan geopolitik. Selain itu, kenaikan pajak penjualan yang direncanakan Jepang mulai berlaku mulai 1 Oktober dan pertemuan kebijakan Bank Jepang masih berpotensi dapat menopang pergerakan yen.
Pedagang juga akan mengambil petunjuk dari perkembangan Brexit menjelang tenggat waktu 31 Oktober Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa.