Bisnis.com, JAKARTA - Sehari menjelang rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II/2019, rupiah berhasil ditutup menguat tipis pada perdagangan Kamis (8/8/2019) didorong oleh penurunan suku bunga beberapa bank sentral di dunia.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup menguat tipis 0,084% atau 12 poin menjadi Rp14.213 per dolar AS.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa para investor akan sangat mencermati data NPI, terutama di pos transaksi berjalan, yang direncanakan dirilis pada Jumat (9/8/2019).
Pasalnya, Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan pada kuartal II/2019 akan lebih dalam dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
"Ketika transaksi berjalan defisit, apalagi semakin parah, maka mata uang akan sangat tergantung kepada arus modal di pasar keuangan yang bisa datang dan pergi. Ini membuat mata uang lebih rentan berfluktuasi dan tidak stabil," ujar Ibrahim seperti dikutip dari keterangan resminya, Kamis (8/8/2019).
Rupiah pada perdagangan kali ini juga mendapat dukungan dari turunnya suku bunga beberapa bank sentral dunia, seperti India, Thailand, dan Selandia Baru pada pekan ini.
Baca Juga
Kemudian, rilis data ekspor China pada Juli yang berhasil tumbuh 3,3%, jauh membaik dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang terkontraksi 1,3%, telah membantu melemahkan dolar AS.
Akibatnya, penguatan rupiah juga diikuti oleh mata uang kelompok Asia yang berhasil naik melawan dolar AS.
Belum lagi, harapan The Fed dapat kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dalam pertemuannya September mendatang, setelah melihat kondisi ekonomi global yang terus memburuk akibat ketidakpastian perang dagang dan Brexit.
Indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang mayor bergerak stabil cenderung melemah 97,585.
Oleh karena itu, dia memprediksi rupiah diperdagangkan fluktuatif di level Rp14.175 per dolar AS hingga Rp14.240 per dolar AS, tetapi akan ditutup melemah tipis akibat data NPI dan CAD yang diproyeksi melemah.