Bisnis.com, JAKARTA — Para analis sepakat paruh kedua tahun ini akan menjadi periode yang menguntungkan bagi pasar modal.
Pasalnya, ketidakpastian perang dagang antara AS—China dipercaya tidak akan memburuk—walau masih belum ada kesepakatan. Selanjutnya, potensi penurunan suku bunga oleh Bank Sentral AS (Federal Reserve) yang akan diikuti oleh Bank Indonesia pun bakal menjadi katalis positif di pasar obligasi dan pasar saham.
Pada awal tahun ini, kinerja indeks sangat moncer, setelah tertekan hebat pada tahun lalu. Pada periode Januari—Maret 2019, IHSG tercatat tumbuh 4,43% ke level 6.468, kontras dengan pelemahan 2,62% ke level 6.188 pada periode yang sama tahun lalu.
Dalam periode ini pula indeks bahkan beberapa kali menyentuh level tertinggi, dengan puncak tertingginya mencapai 6.547. Namun, memasuki 3 bulan kedua atau khususnya pada Mei, indeks terjatuh hingga ke level terendahnya sejak awal tahun pada level 5.826.
Adapun pada periode tersebut, performa IHSG memang tertekan lagi akibat kondisi eksternal yang ditengarai oleh memanasnya hubungan dagang antara AS—China. Belum lagi dari domestik, beberapa aksi setelah Pilpres 2019 membuat para investor gugup. Kondisi selama libur bulan puasa dan Lebaran juga terpantau tidak banyak membantu tenaga indeks karena banyak trader yang belum mengambil posisi.
Kendati demikian, setelah Lebaran usai, indeks mulai melambung lagi menembus level 6.000. Hal itu ditopang oleh naiknya peringkat Indonesia yang diberikan oleh Lembaga Pemeringkat Internasional S&P dan berkurangnya tensi-tensi politik dari luar maupun dalam negeri. Hingga akhir semester I/2019 ini, indeks pun tumbuh 2,65% ke level 6.358,
Baca Juga
Suria Dharma, Head of Research Samuel Sekuritas, menjelaskan laju indeks pada semester II/2019 nanti akan lebih baik ketimbang semester I/2019. “Target kami [IHSG hingga akhir tahun] 6.800, berarti naik 7% dari sekarang. Masih positif, lebh positif dari semester I/2019,” kata Suria kepada Bisni.com, pada akhir pekan lalu.
Dirinya menjelaskan, selain kondisi geopolitik yang mulai membaik dan potensi penurunan suku bunga dari Bank Sentral AS, indeks juga akan tertopang oleh pertumbuhan EPS (Earning Per Share) milik emiten.
Adapun Samuel Sekuritas memperkitakan para emiten masih akan mengalami kenaikan laba dengan EPS sekitar 11%. “Kalau emiten pertumbuhannya baik otomatis IHSG akan mengikuti. Muda-mudahan bisa tercapai,” imbuh Suria.
Sementara itu, tantangan bagi pergerakan indeks diperkirakan masih berasal dari perkembangan perang dagang antara AS dan China serta susunan kabinet dari pemerintah yang baru.
Adapun, dalam episode terbaru perang dagang, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping telah bertemu di sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, pada akhir pekan lalu.
Keduanya sepakat untuk kembali memasuki periode ‘gencatan senjata’ dan akan kembali memasuki perundingan. Hal itu sesuai dengan perkiraan Samuel Sekuritas, bahwa ke depannya perang dagang masih akan berlanjut. Namun setidaknya, tensi antara kedua ekonomi terbesar di dunia itu tidak akan memanas.
Investor pun dinilai sudah lebih terbiasa dengan kondisi seperti ini, di mana kejutan bisa terjadi kapan pun ketika Trump bercuit lewat akun Twitter-nya. “[Perang dagang] belum [akan berakhir]. Jadi, ada semacam truce lagi, tidak lebih buruk tapi juga belum sampai menjadi deal,” ujar Suria.
Memasuki sentimen domestik, investor tampaknya akan mencermati pemilihan menteri yang akan menduduki posisi di kabinet pemerintahan terpilih yang baru.
Suria memaparkan, hal itu akan berpengaruh terhadap pergerakan indeks karena apabila pelaku pasar tidak menyukai pilihan menterinya, keyakinan terhadap kabinet akan berkurang.
Dengan kondisi seperti itu, Suria pun merekomendasikan saham-saham sektor perbankan, properti, konstruksi, dan telekomunikasi seperti BBNI, CTRA, WIKA, dan TLKM untuk dicermati pada paruh kedua tahun ini.
Senada, Senior Manager Research Analyst Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy menjelaskan bahwa ekspeksi penurunan suku bunga serta kepastian politik pascapenetapan hasil Pemilu akan menjadi penopang utama penguatan indeks pada semester II/2019.
Kresna Sekuritas pun memperkirakan IHSG akan melaju ke kisaran 6.650—6.700 hingga akhir tahun ini, masih sama seperti target yang ditetapkan pada awal tahun.
“Tantangan masih dai ketidakpastian perang dagang. Sementara domestik masih seputar ketidakpastian perpanjangan ijin pertambangan, kendati tidak signifikan karena kapitalisasi pasar sektor tambang masih kecil,” ujar Robertus.
Dirinya pun merekomendasikan saham-saham sektor konstruksi, konsumer, infrastruktur energi, penerbangan, dan pertambangan mineral seperti WIKA, WSKT, ADHI, SIDO, ICBP, UNTR, AKRA, GIAA, dan ANTM untuk dicermati pada semester II/2019.
Robertus masih merekomendasikan GIAA kendati emiten pernebangan pelat merah itu baru saja dikenai sanksi oleh Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasalnya, kata dia, sanksi-sanksi yang diberikan sebenarnya tidak beperngaruh terhadap kinerja keuangan