Bisnis.com, JAKARTA - Rilis laporan keuangan PT Elnusa Tbk., (ELSA) periode 2017 menggairahkan tansaksi sahamnya walaupun perolehan laba bersih menurun. Bagaimana proyeksi kinerja dan saham anak usaha PT Pertamina (Persero) itu pada 2018?
Pada Selasa (20/2/2018), emiten minyak dan gas itu melaporkan kinerja keuangan tahun buku 2017. Pendapatan perusahaan naik 37,56% year on year (yoy) menjadi Rp4,98 triliun, sedangkan laba bersih turun 25,80% yoy menuju Rp246,14 miliar.
Kendati mengalami penurunan laba, investor tetap menyambut positif hasil kinerja tersebut. Terbukti, pada perdagangan Selasa transaksi saham ELSA mencapai 610,08 miliar lembar. Ini menjadi transaksi terbesar sejak 22 April 2016 sejumlah 631,69 miliar lembar.
Pada tanggal 20 Februari itu, saham ELSA melonjak 8,89% atau 40 poin menjadi Rp490, atau level tertinggi sejak 25 Oktober 2016 di posisi Rp494. Adapun, pada akhir pekan kemarin, saham harga kembali naik 2,64% atau 13 poin menuju Rp505.
Dalam sepekan kemarin, saham ELSA meningkat 17,44%. Sepanjang tahun berjalan, kinerjanya juga cukup memuaskan dengan membukukan kenaikan 35,75%.
Kini, saham ELSA diperdagangkan dengan price to earning ratio (PER) 14,85x. Kapitalisasi pasar mencapai Rp3,69 triliun.
Baca Juga
Setelah merilis laporan keuangan, investor saham ELSA kembali mendapatkan angin segar pada Jumat (23/2). Dalam keterbukaan informasi, manajemen mengungkapkan sudah menyepakati perjanjian kredit sindikasi sebesar US$80 juta atau setara dengan Rp1,1 triliun.
Direktur Keuangan ELSA Budi Rahardjo menyampaikan, setelah tahun lalu mencatatkan kinerja yang menggembirakan, perseroan siap memacu pertumbuhan yang lebih tinggi pada 2018. Hal ini didukung harga minyak dunia yang cenderung memanas.
Untuk memastikan pertumbuhan kinerja pada tahun ini, perusahaan membutuhkan kelengkapan kompetensi dan peralatan yang siap melayani kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu, ELSA membutuhkan pendanaan untuk belanja modal dan pengembangan proyek.
Pada Rabu (21/2/2018), Elnusa melakukan penandatanganan fasilitas kredit sindikasi jangka panjang sebesar US$80 juta atau sekitar Rp1,1 triliun.
Kreditur sindikasi ini beranggotakan Sumitomo Mitsui Banking Corporation cabang Singapura/ Bank Sumitomo Mitsui Indonesia, Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ (MUFJ), Bank ICBC Indonesia, dan Bank UOB Indonesia sebagau mandated lead arranger dan bookrunner.
Budi menyampaikan, fasilitas kredit senilai US$80 juta ini terbagi dalam tranche A dan B yang akan digunakan sebagai general purpose financing. Pembiayaan ditujukan untuk proyek perseroan dan anak usaha dalam dua tahun.
"Belanja modal 2018 memang meningkat signifikan, karena kami akan menggunakan peralatan teknologi baru untuk pekerjaan seismik," tuturnya.
Belanja modal juga dianggarkan untuk menambah armada mobil tangki, barges, dan peralatan lainnya. Secara umum, fasilitas pendanaan dari kredit sindikasi dialokasikan pada proyek-proyek strategis di hulu dan hilir bisnis migas.
Manager of Corporate Communications ELSA Wahyu Irfan menuturkan, pada 2018 perusahaan mengalokasikan belanja modal sekitar Rp400--Rp500 miliar yang berasal dari sumber internal dan eksternal.
Dia optimistis pendapatan perusahaan dapat meningkat signifikan pada tahun ini seiring dengan memanasnya harga minyak. Mengutip estimasi OPEC, rerata harga minyak 2018 berada di kisaran US$55 per barel.
"Pendapatan optimis bertumbuh tahun ini. Hanya pengaruh harga minyak dan estimasi pertumbuhan 2018 baru dapat ditelaah setelah kuartal I/2018," tuturnya kepada Bisnis di Graha Elnusa.