Bisnis.com, JAKARTA – Dolar mengalami peningkatan terhadap sekelompok mata uang utama dunia menjelang pertemuan The Federal Reserve dan rilis laporan pekerjaan AS.
Indeks dolar AS tercatat naik 0,28% menjadi 89,350 pada penutupan perdagangan Senin (29/1) setelah turun 6 minggu berturut—turut. Adapun pada perdagangan Selasa (30/1) pukul 08.26 WIB, dolar melanjutkan kenaikan 0,09% menjadi 89,390.
Douglas Borthwick, Direktur pada Chapdelaine Foreign Exchange di New York menuturkan, pelaku pasar merasa beberapa ketidakpastian terjadi menjelang pertemuan The Fed pada pekan ini.
“Bergantung pada kepemimpinan The Fed yang baru, yang sekarang dijalankan oleh Jerome Powell, pasar khawatir tentang apakah kita akan melihat kenaikan suku bunga lebih lanjut,” kata Borthwick, seperti dilansir Reuters, Selasa (30/1/2018).
Data Reuters menunjukkan ekspektasi pasar sekitar 3 kali kenaikan suku bunga The Fed tahun ini, dimulai dari Maret 2018.
Namun, beberapa analis, termasuk di Goldman Sachs dan J.P Morgan Asset Management memproyeksikan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali.
Pertemuan The Federal Reserve/ Federal Open Market Committee (FOMC) dikabarkan berlangsung dua hari dari 30—31 Januari 2018. Sepanjang 2018 rencananya akan diadakan 8 kali pertemuan/ FOMC meetings.
Di samping itu, pelaku pasar juga tengah menunggu laporan Departemen Tenaga Kerja AS yang akan dirilis pada Jumat di pekan ini yang mencakup data nonfarm payroll (NFP), rata—rata penghasilan per jam, dan tingkat pengangguran.
Pada Senin (29/1), sebuah laporan Departemen Perdagangan mengatakan bahwa belanja konsumen AS meningkat tajam pada Desember, namun saving turun ke level terendah 10 tahun. Dolar AS sedikit mendapat dorongan penguatan setelah laporan ini dirilis.
Adapun, data terbaru menunjukkan pertumbuhan ekonomi AS yang meningkat menjadi 2,3% pada 2017, lebih cepat dari 1,5% di 2016.
Sementara itu, imbal hasil obligasi AS melonjak menjadi tertinggi dalam tiga tahun pada Senin setelah komentar dari pejabat Bank Sentral Eropa/ European Central Bank (ECB) yang mengekpektasikan bahwa bank sentral secara global akan mengurangi stimulus karena outlook ekonomi yang membaik.