BISNIS.COM, JAKARTA—“Siapa bilang kemahalan? Anda bisa hitung sendiri, saham kami pantas dihargai tinggi.”
Siang itu (15/4/2013), Suwito Anggoro menepi ke smoking area. Rasanya, Dia butuh perenggangan setelah nyaris 3 jam mengawal paparan publik PT Austindo Nusantara Jaya Tbk di Grand Ballroom The Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta.
Saat itu, mungkin tak banyak wartawan tahu, pria berkumis tipis itu merupakan orang yang dipercaya keluarga Tahija memimpin Austindo sejak Desember tahun lalu. Bisa jadi, sekelompok wartawan memang terlanjur bosan menunggu sesi tanya-jawab di ruang terpisah.
Bekas orang nomor 1 di jajaran direksi PT Chevron Pacific Indonesia itu dibiarkan asik menyeruput kopi, sembari sesekali memapar asap rokok. Dia tentu mendengar riuh-rendah percakapan analis, investor, termasuk wartawan yang mencibir harga saham perdana Austindo di kisaran Rp1.200—Rp1.800.
Melalui dialog santai dengan Bisnis, Suwito coba meyakinkan penetapan harga saham itu telah melalui perhitungan matang dengan sejumlah penjamin emisi, Bahana Securities dan Morgan Stanley.
Menurutnya, rasio harga saham terhadap laba bersih (price earnings/PE) Austindo tergolong lebih tinggi dari capaian industri. Bahkan, kelakarnya, perhitungan itu mencerminkan tingkat pengembalian terhadap aset dan ekuitas yang saban tahun bergerak menjanjikan.
Kalau ditelan mentah-mentah, tak ada yang keliru dari argumennya kala itu. Laba bersih Austindo memang tumbuh progresif. Tahun lalu, misalnya, laba bersih tahun berjalan naik 75% menjadi US$98,6 juta dari perolehan 2011 senilai US$56,3 juta.
Luar biasa. Tidak ada satu pun emiten sawit di bursa yang mampu menjangkau performa Austindo. Bahkan, nama besar macam PT Astra Agro Lestari Tbk saja menderita penurunan laba bersih 1,6% dari Rp2,49 triliun menjadi Rp2,45 triliun. Indeks sektor agrikultur mencatat rapor merah dengan pelemahan 11,5%.
Namun, jangan terkesima dulu. Jika ditelusuri, laba bersih Austindo banyak terbantu dari penjualan entitas anak akibat berhenti beroperasi tahun lalu. Keuntungannya mencapai US$56,7 juta.
Andai tak masuk hitungan, Austindo hanya meraup laba bersih US$41,9 juta, merosot 8,3% dari US$45,7 juta. Artinya, pendatang baru ini pun turut mencicipi pahitnya penurunan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Saat ini, harga CPO yang diproduksi Austindo dihargai pasar di level Rp6.800 per kilogram.
Menyadari kalkulasi itu, banyak investor meragu. Keraguan juga diperdalam dengan persepsi berlanjutnya pelemahan harga CPO. Akibatnya, penawaran harga saham perdana tak bersambut dengan ekspektasi pelaku pasar.
Terlanjur basah, Austindo tetap mantap berlayar di bursa dengan patokan harga terendah di level Rp1.200. Volume saham yang ditawarkan ke publik digerus cukup dalam dari 23% menjadi 10%. Target perolehan dana IPO pun menciut dari sekitar Rp4 triliun menjadi Rp407 miliar.
“Tidak ada masalah dengan permintaan saham. Buktinya, saham Austindo oversubscribed 1,8x—2x,” Suwito sibuk berkelit saat dijumpai Bisnis pada pencatatan perdana saham Austindo kala itu, (8/5/2013).
Meski diwarnai dengan penurunan volume saham, harga, dan target perolehan dana, langkah Asutindo setidaknya lebih mantap ketimbang perusahaan sawit lainnya yang bersikap “maju segan, mundur enggan” untuk IPO.
Austindo tentu tak mau mengikuti jejak PT Citra Borneo Indah dan PT Pasifik Agro Sentosa yang linglung berkompromi dengan perspektif negatif pelaku pasar terhadap produsen CPO. Keduanya memilih berhitung ulang waktu yang tepat melantai di bursa.
Citra Borneo misalnya, mulanya siap menerbitkan 2,7 miliar saham ke publik dan membidik perolehan dana lebih dari Rp1 triliun. Perseroan bahkan telah menunjuk empat penjamin pelaksana emisi efek yaitu Mandiri Sekuritas, Citigroup, Morgan Stanley, dan BNP Paribas.
Setali tiga uang, PT Pasifik Agro Sentosa juga dilanda paranoid. Perolehan dana IPO dikhawatirkan tak masksimal di tengah kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian. Hingga kini, tak tahu persis kapan Citra Borneo dan Pasifik Agro membuntuti langkah Austindo.
Namun, dibalik keteguhan niat yang mantap, kiprah perdana saham Austindo di bursa terbilang suram. Biasanya, saham IPO diapresiasi dengan penguatan pada hari perdana. Ironisnya, fenomena itu tak berlaku bagi kode saham ANJT milik perseroan.
ANJT ditutup melemah Rp10 (0,83%) dari Rp1.200 ke Rp1.190 pada hari pencatatan perdananya di Bursa Efek Indonesia. Momentum IPO Austindo nyatanya hanya dijadikan ajang ambil untung sesaat dari pelaku pasar.
Meski begitu, Suwito percaya pergerakan saham akan membaik seiring peningkatan kinerja perseroan. Peraih gelar Master of Science teknik elektro dari Union College, Schenectady, New York itu menargetkan produksi dan penjualan CPO tumbuh rata-rata 12% tahun ini.
Sebagian besar pendapatan tetap akan terkonsentrasi dari segmen usaha inti penjualan CPO yan tahun lalu berkontribusi menyumbang pendapatan US$154,6 juta, sembari menanti capaian bisnis sagu dan listrik.
Austindo akan menggelar sejumlah ekspansi bisnis tahun ini termasuk mengakuisisi perkebunan kelapa sawit seluas 40.000 hektare, serta melakukan penanaman baru di lahan 5.500 hektare. Ongkos penanaman ditaksir membutuhkan investasi US$5.000 per hektare.
“Dalam 3 tahun, target penanaman bisa mencapai 19.000 hektare,” terangnya.
Perseroan juga tengah melebarkan sayap ke bisnis budidaya sagu di Papua. Selain itu, diversifikasi usaha akan diperluas dengan mencoba peruntungan dengan membangun proyek pembangkit listrik biogas di Sumatra Utara berkapasitas 1,2 megawatt.
Fridian Warda, Analis Indosurya Asset Management menilai pemulihan persepsi investor akan terjadi saat volume impor CPO dari Cina membaik. Apalagi, ucapnya, pemerintah telah mengurangi beban keluar CPO menjadi 9,5%.
Menurutnya, likuiditas saham Austindo seharusnya cukup baik mengikuti tren acuan pada emiten sawit lainnya seperti PT BW Plantation Tbk (BWPT).
Saham Austindo, kata Fridian, berpeluang menyentuh resisten atau batas atas valuasi saham Rp1.300, dengan level support Rp1.100.
“Saat ini, masih sulit menghitung estimasi pergerakan saham ANJT karena tarikan vektornya masih terbatas. Namun, dalam waktu dekat, harga sahamnya dapat mendekati level terbaik Rp1.300,” jelasnya kepada Bisnis. (ltc)