Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Emas Cetak Rekor Baru Usai Trump Kenakan Tarif Impor Logam Mulia

Harga emas dunia mencetak rekor tertinggi pada Jumat (8/8/2025), menyusul keputusan mendadak Donald Trump untuk mengenakan tarif impor terhadap emas batangan.
Seorang pekerja mengangkat emas batangan dari mesin konveyor di pabrik Rand Refinery Ltd. di Germiston, Afrika Selatan. Bloomberg/Waldo Swiegers
Seorang pekerja mengangkat emas batangan dari mesin konveyor di pabrik Rand Refinery Ltd. di Germiston, Afrika Selatan. Bloomberg/Waldo Swiegers

Bisnis.com, JAKARTA — Harga emas dunia mencetak rekor tertinggi pada perdagangan Jumat (8/8/2025), menyusul keputusan mendadak pemerintahan Donald Trump untuk mengenakan tarif impor terhadap emas batangan ukuran satu kilogram dan 100 ons.

Langkah ini menjadi kejutan besar bagi pelaku pasar global, yang sebelumnya memperkirakan jenis logam mulia tersebut akan tetap dikecualikan dari bea masuk. Namun, dalam surat keputusan yang ditandatangani oleh Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) tertanggal 31 Juli 2025, emas batangan justru diklasifikasikan ke dalam kategori yang dikenakan tarif.

Keputusan tersebut menjadi pukulan telak bagi Swiss, eksportir emas terbesar di dunia, setelah sebelumnya hubungan dagang negara tersebut dengan AS memanas akibat pengenaan tarif impor sebesar 39% oleh Washington.

Data yang dikutip dari Financial Times menunjukkan, harga emas berjangka AS di Comex melonjak hingga US$3.534 per troy ounce pada perdagangan Jumat, menyentuh rekor intraday baru. Sementara itu, harga emas spot relatif stagnan.

“Ini kejutan besar. Inilah yang paling ditakutkan pasar,” ujar Joni Teves, analis UBS, dikutip dari Financial Times, Jumat (8/8/2025).

Lonjakan harga emas berjangka AS juga menyebabkan spread harga dengan pasar spot melebar tajam. Di Comex, harga emas berjangka diperdagangkan dengan premi lebih dari US$100 per ounce dibandingkan harga spot.

Kondisi tersebut memunculkan kekhawatiran akan potensi tergesernya posisi New York sebagai pusat utama perdagangan emas berjangka global. Pasalnya, perbedaan harga yang tinggi berpotensi mengganggu mekanisme lindung nilai (hedging) pelaku pasar terhadap kontrak emas Comex.

“Ini menjadi persoalan serius untuk pasar emas global yang selama ini menggunakan Comex sebagai acuan untuk lindung nilai,” lanjut Teves.

Ia menambahkan, perubahan regulasi ini bisa mendorong pelaku pasar mencari alternatif penyelesaian kontrak emas berjangka, baik dari sisi produk maupun lokasi perdagangan.

Sebelumnya, dalam peluncuran kebijakan tarif besar-besaran pada April lalu, Trump sempat mengecualikan emas batangan dari daftar barang yang dikenai bea masuk. Bahkan, lembar informasi resmi dari Gedung Putih pada 2 April 2025 menegaskan bahwa kategori “bullion” dikecualikan dari kebijakan tarif timbal balik.

Namun, keputusan terbaru CBP membalikkan konvensi pasar tersebut. Dalam surat resminya, CBP menyatakan bahwa emas batangan ukuran satu kilo dan 100 ons akan diklasifikasikan ke dalam kode bea cukai yang tidak termasuk dalam pengecualian tarif.

Sebagai antisipasi risiko tersebut, pelaku pasar emas global disebut telah mengakumulasi cadangan emas dalam jumlah besar di AS sejak awal tahun. Strategi tersebut kini terbukti tepat dalam menghadapi lonjakan harga.

“Pergerakan harga hari ini bisa jauh lebih liar jika bank dan institusi keuangan tidak memindahkan emas dalam jumlah besar ke AS dalam delapan bulan terakhir,” ujar John Reade, Senior Market Strategist di World Gold Council.

Adapun harga emas telah reli hampir 30% sepanjang tahun berjalan 2025, seiring meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap inflasi dan lonjakan utang pemerintah global.

Meski demikian, beberapa analis menilai keputusan CBP dapat meningkatkan volatilitas harga emas ke depan.

“Keputusan ini hanya menambah volatilitas emas, bukan meningkatkan daya tariknya sebagai safe haven,” tutur Arun Sai, Multi-Asset Strategist di Pictet Asset Management.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Ibad Durrohman
Sumber : Financial Times
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro