Bisnis.com, JAKARTA — BNI Asset Management menyusun strategi baru dalam meracik produk-produk reksa dana seiring dengan proyeksi penurunan suku bunga dan meningkatnya aktivitas penerbitan obligasi.
Chief Investment Officer BNI Asset Management Farash Farich mengatakan dalam menghadapi semester II/2025, fokus utama tetap pada optimalisasi kinerja produk melalui pendekatan valuasi, fundamental, momentum, dan likuiditas.
"Dalam menghadapi tren penurunan suku bunga, kami akan memperhatikan saham-saham yang berpotensi mengalami kenaikan laba per saham atau Earnings per Share akibat penurunan tingkat bunga," terangnya kepada Bisnis dikutip, Selasa (22/7/2025).
Sejauh ini, dia melihat pada semester II/2025 semua emiten berupaya mempertahankan profitabilitas di tengah laju pertumbuhan laba dan ekonomi yang melambat. Namun, dengan pertumbuhan laba yang melambat, potensi return lebih banyak ditopang oleh pertimbangan valuasi ketimbang prospek pertumbuhan.
Sektor-sektor yang menurutnya masih menyimpan peluang, mulai dari keuangan, ritel, otomotif, telekomunikasi, hingga konsumsi.
Dia mencermati dengan valuasi Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG yang masih rendah berada di kisaran minus dua kali standar deviasi dari rata-rata historis, yang artinya pasar cukup murah, maka potensi imbal hasil tahunan, baik dari dividen maupun capital gain, diperkirakan dapat mencapai kisaran 'mid to high-teens'.
Baca Juga
Meski demikian, pihaknya belum menetapkan target spesifik IHSG hingga akhir 2025.
Untuk reksa dana pendapatan tetap, campuran, dan pasar uang, lanjutnya, prospek kinerja positif masih terbuka lebar. Yield obligasi yang kompetitif di tengah inflasi rendah dan tingginya permintaan investor menjadi faktor pendukung utama.
Dia menjelaskan reksa dana campuran dengan porsi obligasi yang dominan dinilai ideal sebagai instrumen investasi “all weather” karena kemampuannya bertahan di berbagai kondisi pasar.
Sementara itu, di tengah maraknya penerbitan obligasi pemerintah dan korporasi pada semester II/2025, BNI Sekuritas mulai menyiapkan strategi alokasi yang lebih agresif namun tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian.
Berdasarkan pengamatannya, kinerja reksa dana pendapatan tetap berbasis obligasi pemerintah dengan durasi pendek terbukti unggul sepanjang tahun berjalan. Namun pada Semester II/2025 ini, obligasi korporasi dinilai punya potensi kinerja yang lebih baik, sementara dana obligasi berdurasi panjang tetap menjanjikan hasil positif.
“Kami cenderung memilih obligasi dengan risiko yang dapat kami toleransi dan memposisikannya secara konservatif dalam portofolio,” paparnya.
Di sisi lain, manajer investasi juga menyatakan ketertarikannya terhadap pengembangan produk ETF berbasis emas. Menurutnya, produk ini berpotensi besar karena emas telah lama menjadi aset pilihan masyarakat Indonesia.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual reksa dana. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.