Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham Volatil, Sucor AM Andalkan Reksa Dana Obligasi & Pasar Uang

Sucorinvest atau Sucor AM mengandalkan produk reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang (RDPU) di tengah pasar saham yang volatil.
Lolita Liliana, Head of Investment Specialist & Product Development Sucorinvest Asset Management, menyampaikan strategi investasi di tengah volatilitas pasar saham pada 2025.
Lolita Liliana, Head of Investment Specialist & Product Development Sucorinvest Asset Management, menyampaikan strategi investasi di tengah volatilitas pasar saham pada 2025.

Bisnis.com, JAKARTA— Manajer investasi Sucorinvest Asset Management atau Sucor AM mengandalkan produk reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang (RDPU) di tengah pasar saham yang volatil pada 2025.

Lolita Liliana, Head of Investment Specialist & Product Development Sucorinvest Asset Management, menyampaikan biasanya dana kelolaan reksa dana Sucor AM cukup berimbang antara saham, obligasi, dan pasar uang. Namun, di tengah volatilitas pasar saham atau IHSG sepanjang 2025, investor beralih ke produk RDPU dan reksa dana obligasi atau pendapatan tetap.

“Biasanya komposisinya sekitar 25% antara reksa dana saham, pendapatan tetap, pasar uang, dan terproteksi. Namun, tahun ini berbeda karena saham volatil, sedangkan investor ingin menaruh dananya di investasi yang cenderung aman,” jelasnya setelah acara Media Day: July 2025 by Mirae Asset, Selasa (15/7/2025).


Menurutnya, saat ini dana kelolaan Sucor AM untuk raksa dana pasar uang (RDPU) sekitar 30%, reksa dana pendapatan tetap atau obligasi 25%, reksa dana saham 20%, dan sisanya reksa dana terproteksi.

Per Juni 2025, dana kelolaan (AUM) Sucor AM mencapai Rp29,40 triliun, naik 28,49% secara year to date (YTD). Sucor AM menjadi manajer investasi (MI) terbesar ke-8 dari sisi AUM di Tanah Air, dan ke-4 terbesar untuk kategori reksa dana terbuka.

“Harapannya sampai akhir tahun AUM bisa Rp30 triliun, dengan kontribusi utama RDPU dan [reksa dana] obligasi,” imbuh Lolita.

Dalam memilih obligasi, sambung Lolita, Sucor AM memilih tenor 1—3 tahun dengan rating minimal single A. Selain itu, komite obligasi melakukan pemantauan bulanan dalam memilih obligasi korporasi yang menjadi komposisi reksa dana.

Dia menyampaikan Sucor AM lebih mengincar obligasi korporasi dibandingkan dengan pemerintah karena pergerakannya yang relatif stabil. Karakter ini cocok untuk investor moderat yang menginginkan return aman dengan profil risiko yang rendah.

“Walaupun kami lebih banyak RDPU, ternyata investor ingin cari produk reksa dana yang bisa untuk jangka lebih panjang. Makanya kami juga memacu produk reksa dana obligasi,” jelasnya.

Salah satu produk reksa dana pendapatan tetap andalan Sucor AM ialah Sucorinvest Monthly Income Fund (SMIF). Produk yang diluncurkan pada Oktober 2021 terbut kini memiliki AUM Rp2,38 triliun.

Menurut Lolita, SMIF cocok untuk invstor moderat dengan horizon investasi 3—5 tahun. Biaya per unit mencapai Rp10 juta, tetapi Sucor AM mempertimbangkan untuk menurunkannya agar menyasar lebih banyak pasar ritel.

Sampai akhir 2025, dia menargetkan produk SMIF memberikan return 7%-8%. Melihat secara historis, imbal hasil SMIF pada 2022 mencapai 6,08%, 2023 sebesar 5,45%, dan 2024 mencapai 7,52%.

Dia menambahkan SMIF dirancang untuk memberikan pendapatan bulanan dengan mayoritas berinvestasi pada obligasi korporasi jangka pendek hingga menengah pilihan dengan volatilitas yang relatif lebih rendah. Produk ini ideal bagi investor moderat dengan fitur pendapatan bulanan dividen setiap pertengahan bulan.

M. Arief Maulana, Head of Wealth Management Mirae Asset, menjelaskan bahwa ketidakpastian makroekonomi tinggi dan volatilitas pasar yang meningkat saat ini dapat menjadi momentum bagi investor untuk berinvestasi pada instrumen yang relatif stabil dan berpendapatan rutin.

“Reksa dana pendapatan tetap pendapatan pasif rutin bulanan menjadi alternatif yang strategis, apalagi di tengah volatilitas dan ketidakpastian yang tinggi seperti sekarang,” ujar Arief.

Rully Arya Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, menyampaikan bahwa saat ini sedang terjadi tren capital outflow yang cukup besar di pasar saham Indonesia meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih positif.

IHSG tercatat masih menguat ke 7.091 dari posisi akhir tahun 7.079, ketika aliran dana asing bergerak keluar (foreign outflow) Rp57,9 triliun sejak awal tahun (year to date/YTD) hingga 11 Juli 2025.

Sepanjang Juli, foreign outflow sudah terjadi sebesar Rp4,3 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas perdagangan saham di dalam negeri yang menguat itu didukung oleh investor domestik.

Di sisi lain, tren harga obligasi masih menunjukkan kenaikan (dan penurunan imbal hasil/yield), sejalan dengan aliran dana asing masuk (foreign inflow) yang cukup besar.

Sepanjang Juli, tercatat nett buy asing Rp 17,2 triliun MTD, atau Rp 70 triliun YTD, dipengaruhi pemangkasan BI Rate pada semester I/2025 dan ekspektasi penurunan The Fed Fund Rate (FFR) pada semester II/2025.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Hafiyyan
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper