Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah global berfluktuasi di tengah ketegangan konflik yang melibatkan Iran, Israel, dan Amerika Serikat di Timur Tengah.
Melansir Reuters, harga minyak mentah global melanjutkan tren penurunan tajam pada Selasa pagi (24/6/2025), seiring pernyataan Presiden AS Donald Trump bahwa gencatan senjata penuh antara Iran dan Israel telah tercapai.
Harga minyak mentah Brent turun 3,2% ke US$69,21 per barel, setelah sempat anjlok nyaris 5% ke kisran US$68 pada awal perdagangan. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) merosot 3,3% ke US$66,28 per barel.
Penurunan tersebut menghapus seluruh lonjakan harga yang terjadi sejak serangan Israel ke Iran dimulai pada 12 Juni lalu. Harga emas juga turun akibat melemahnya permintaan aset lindung nilai.
Dalam unggahan di Truth Social, Trump menyatakan bahwa kedua negara telah sepakat melakukan “gencatan senjata total” mulai tengah malam waktu New York. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, juga mengonfirmasi bahwa Teheran akan menghentikan serangan selama Israel juga menahan diri.
Ketegangan di Timur Tengah sebelumnya membuat pasar minyak global bergejolak akibat kekhawatiran terganggunya pasokan dari kawasan yang menyuplai sepertiga konsumsi minyak dunia. Namun, tidak ada serangan langsung ke infrastruktur energi, dan pengiriman kapal di Selat Hormuz relatif lancar.
Baca Juga
Pepperstone Group Ltd. Chris Weston mengatakan pelaku pasar kini semakin yakin bahwa risiko gangguan pasokan besar telah berlalu, sehingga harga kini cenderung berada dalam tren pelemahan.
“Prospek konflik berkepanjangan dengan keterlibatan AS telah dipertimbangkan ulang, sehingga mendorong investor untuk melepas lindung nilai risiko ekstrem,” jelasnya.
Selisih harga kontrak Brent jangka pendek juga menyempit menjadi 89 sen per barel—tetap mencerminkan pasar yang bullish, tetapi turun dari puncak US$1,77 pada pekan lalu.
Krisis ini berawal dari serangan Israel terhadap Iran yang bertujuan melumpuhkan program nuklir dan struktur kepemimpinan negara itu. Serangan tersebut dibalas oleh Iran dengan rentetan rudal ke pangkalan AS di Qatar setelah Trump memerintahkan pemboman fasilitas nuklir bawah tanah Iran.
Jika gencatan senjata ini berhasil dan bertahan, perhatian pelaku pasar akan kembali fokus pada fundamental pasokan dan permintaan. Pasokan global diperkirakan akan melampaui permintaan pada paruh kedua 2025, mendorong peningkatan stok dan menekan harga.
OPEC+, termasuk Iran, juga terus meningkatkan produksi untuk merebut kembali pangsa pasar. Trump pun secara terbuka mendorong harga energi lebih murah sebagai bagian dari kebijakan ekonomi dan tekanannya terhadap produsen minyak untuk menurunkan harga.
Wakil Presiden JD Vance menilai serangan udara AS telah mencapai tujuannya: “Iran kini tak mampu membuat senjata nuklir,” katanya kepada Fox News.
Anjloknya harga minyak juga bisa meredakan tekanan inflasi global, memberikan ruang bagi bank sentral untuk menurunkan suku bunga. Beberapa pejabat The Fed menyatakan terbuka terhadap pemangkasan suku bunga pada Juli jika tekanan harga tetap terkendali.