Bisnis.com, JAKARTA — Persaingan di bisnis ritel bak langit dan bumi kala PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT), pengelola jaringan Alfamart gencar melakukan ekspansi, tetapi di sisi lain GS Supermarket harus tereliminasi usai menyatakan tutup beroperasi.
AMRT, pengelola jaringan Alfamart, resmi mengambil alih pengelolaan gerai Lawson dari PT Midi Utama Indonesia Tbk. (MIDI) dengan nilai transaksi sebesar Rp200,46 miliar.
Corporate Secretary AMRT Tomin Widian mengungkapkan bahwa perseroan telah menandatangani akta jual beli atas 1,48 miliar saham PT Lancar Wiguna Sejahtera dari MIDI dengan harga Rp135 per lembar saham pada 14 Mei 2025.
“Transaksi ini bukan merupakan transaksi benturan kepentingan, sehingga tidak memerlukan persetujuan terlebih dahulu dari Rapat Umum Pemegang Saham perseroan,” ujar Tomin dalam keterbukaan informasi, Rabu (14/5/2025).
Untuk diketahui, AMRT merupakan perusahaan induk yang juga menguasai saham mayoritas di MIDI. Dengan transaksi tersebut, AMRT secara strategis memperluas pengaruhnya atas portofolio merek ritel makanan cepat saji.
Dalam pemberitaan Bisnis.com sebelumnya, manajemen MIDI menyebutkan langkah divestasi dilakukan agar perseroan dapat fokus mengembangkan bisnis inti di segmen minimarket dan supermarket, khususnya merek Alfamidi dan Alfamidi Super.
Baca Juga
“Setelah transaksi menjadi efektif, perseroan mengharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja keuangan perseroan pada masa yang akan datang, baik dari sisi laporan laba rugi maupun laporan arus kas,” ungkap manajemen MIDI.
Sementara itu, dalam laporan keuangan proforma, transaksi tersebut berdampak pada penurunan aset tidak lancar sebesar Rp637 miliar dan liabilitas senilai Rp241 miliar, serta mengurangi ekuitas MIDI dari Rp4,29 triliun menjadi Rp3,95 triliun.
Namun, pendapatan dan laba bersih tidak terpengaruh langsung karena kontribusi Lawson disebut tidak signifikan terhadap agregat pendapatan konsolidasian MIDI.
Penilaian independen yang dilakukan oleh KJPP Kusnanto & Rekan menilai transaksi masih berada dalam kisaran wajar, dengan nilai pasar 70% saham Lawson ditaksir sebesar Rp194,74 miliar atau hanya selisih tipis dari harga transaksi aktual.
Alhasil, struktur kepemilikan Lawson berubah dengan AMRT menggantikan MIDI sebagai pemegang saham mayoritas. Alfamart kini menggenggam 70% saham, sisanya dimiliki PT Amanda Cipta Persada sebanyak 20,34% saham, PT Cakrawala Mulia Prima sebesar 4,83%, dan PT Perkasa Internusa Mandiri 4,83% saham.
Manajemen AMRT menjelaskan pengambilalihan saham Lawson dilakukan sebagai respons terhadap perkembangan pasar yang semakin dinamis. Untuk tetap relevan dan kompetitif, perseroan menilai perlu terus melakukan inovasi, salah satunya melalui penguatan lini produk makanan siap saji atau ready-to-eat (RTE).
“Untuk menangkap potensi besar di segmen RTE, perseroan merencanakan langkah strategis dengan mengambil alih seluruh saham Lawson yang dimiliki oleh MIDI,” tulis manajemen AMRT melalui keterangan resmi.
Pengambilalihan saham ini juga diharapkan menciptakan sinergi jangka panjang antarsesama entitas dalam grup milik Djoko Susanto, mengingat Lawson bergerak di bidang yang sejalan dengan bisnis utama AMRT yakni perdagangan ritel.
GS Supermarket Tereliminasi
Bak langit bumi, GS Supermarket, jaringan ritel modern asal Korea Selatan, dikabarkan menutup operasinya di Indonesia.
Pantauan langsung Bisnis.com di GS Supermarket Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2025), rencana penutupan gerai itu dibenarkan oleh karyawan GS The Fresh Supermarket Mampang yang berjaga di meja customer service.
Dia membenarkan GS The Fresh Supermarket akan tutup pada akhir Mei 2025. Menurutnya, kepemilikan GS The Fresh akan diambil alih oleh peritel lain yang bukan berasal dari Korea Selatan.
“GS ditutup per tanggal 31 Mei. Nanti diambil alih sama ritel lain,” kata seorang customer service yang enggan disebutkan Namanya itu.
Karyawan GS The Fresh Supermarket Mampang lainnya menjelaskan bahwa para pegawai tetap bekerja seperti biasa. “Barang-barang masih kami display. [Kami] tetap kerja seperti biasa. Masuk [kerja],” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan bahwa mahalnya ongkos operasional menjadi salah satu penyebab gerai ritel berguguran.
Beberapa ritel juga tak bisa bersaing dengan pesaing yang lebih banyak memiliki gerai. Selain itu, perang dagang antara Amerika Serikat dan China membuat industri makin tertekan.
“Kita cuma minta pemerintah mempermudah izin-izin berusaha, mempermurah pajak-pajak, berikan BLT [bantuan langsung tunai]. Itu akan menyelamatkan [industri ritel],” tuturnya.
Akan tetapi, Budihardjo memproyeksi bisnis ritel di Tanah Air tetap positif di tengah toko ritel yang berguguran, seiring dengan populasi penduduk yang mencapai lebih dari 270 juta jiwa.