Bisnis.com, JAKARTA — Pelemahan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 tampaknya tidak langsung memukul pasar saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tetap menguat, meskipun pertumbuhan Indonesia melambat.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh 4,78% year on year (YoY) pada kuartal I/2025. Jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, ekonomi dalam negeri mengalami penurunan sebesar 0,98%.
Namun, di tengah pengumuman tersebut, IHSG tetap bertahan di zona hijau dengan kenaikan sebesar 16,22 poin atau 0,24% menuju level 6.831,95 pada Senin (5/5/2025).
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menilai bahwa reaksi IHSG yang relatif tenang mencerminkan bahwa tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah diantisipasi oleh investor.
“Melihat posisi IHSG yang tak langsung mundur teratur begitu berita ini dirilis, tampaknya kontraksi PDB kuartal I/2025 Indonesia kali ini sudah di-priced-in pelaku pasar, dan mungkin juga bisa ‘dimaklumi’ dengan alasan berkaca pada kontraksi PDB Amerika Serikat yang sudah rilis duluan pekan lalu,” ujar Liza kepada Bisnis.
Seperti diketahui, ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal I/2025 mengalami pelambatan untuk pertama kalinya sejak 2022. Pertumbuhan hanya mencapai 0,3 alias turun tajam dari 2,4% pada periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga
Liza menyebutkan bahwa perlambatan tersebut dipicu lonjakan impor sebagai respons perusahaan terhadap kebijakan tarif baru, serta pelemahan konsumsi.
“Impor AS melonjak 41,3% YoY, kenaikan terbesar dalam hampir lima tahun, karena pelaku usaha berlomba memasukkan bahan baku sebelum tarif berlaku. Hal ini memotong kontribusi ekspor hingga 5 poin persentase dari PDB AS,” ucapnya.
Sementara itu, dia memaparkan bahwa PDB Indonesia pada 2025 direvisi turun ke bawah 5%, dengan potensi kontraksi sebesar 0,3%–0,5% pada kuartal mendatang.
Menurutnya, Indonesia diperkirakan hanya terdampak moderat apabila ketegangan perang dagang tak berujung pada aksi tarif balasan secara penuh.
Liza juga menilai bahwa Bank Indonesia (BI) memiliki ruang untuk memangkas suku bunga hingga 50 basis poin pada paruh kedua 2025, jika pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) mulai melunak pada Juni atau Juli mendatang.
Namun, ada kekhawatiran dari sisi konsumsi rumah tangga. Meski menyumbang lebih dari 50% terhadap PDB, konsumsi diprediksi melemah di bawah 4,9% YoY akibat masyarakat menahan belanja dan memilih untuk menabung.
“Buktinya, DPK tabungan perorangan naik 6,4% YoY per Maret 2025 atau tertinggi sejak 2022, bahkan di tengah Ramadan yang biasanya mendorong belanja. Fenomena ini dianggap anomali dan mencerminkan kehati-hatian masyarakat,” ungkap Liza.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.