Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Diawasi OJK, Transaksi Kripto Tumbuh 2 Kali Lipat pada Awal 2025

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai transaksi aset kripto pada awal tahun ini mengalami pertumbuhan pesat dua kali lipat.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi dalam Festival Literasi Finansial 2024 “Kami Generasi Siap Finansial”, Jumat (27/9/2024)./YouTube @Bisniscom
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi dalam Festival Literasi Finansial 2024 “Kami Generasi Siap Finansial”, Jumat (27/9/2024)./YouTube @Bisniscom

Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai transaksi aset kripto pada awal tahun ini mengalami pertumbuhan pesat dua kali lipat. OJK sendiri pada awal tahun ini telah memulai pengawasannya terhadap aset kripto.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan per Januari 2025, nilai transaksi aset kripto di Indonesia telah mencapai Rp44,07 triliun.

"Naik 104,3% secara tahunan [year on year/YoY] dibandingkan dengan Januari 2024," kata Hasan dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Selasa (4/3/2025).

Tercatat, nilai transaksi aset kripto per Januari 2024 sebesar Rp21,57 triliun. Kemudian, nilai transaksi aset kripto per Desember 2024 sebesar Rp94,08 triliun. 

Sementara, terdapat 22,9 juta akun pelanggan kripto di Indonesia. OJK juga mencatat jumlah koin yang ditransaksikan di Indonesia saat ini mencapai 1.396 koin. 

Terpisah, dalam catatan OJK, beberapa aset kripto dengan volume tertinggi di Indonesia antara lain USDT, Bitcoin, XRP, Solana, dan Ethereum. Volume transaksi aset-aset kripto tersebut mencapai Rp24,51 triliun atau 56% dari total transaksi pada Januari 2025.

Pertumbuhan pesat transaksi aset kripto pada awal tahun ini terjadi seiring dengan beralihnya pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK.

Pada awal tahun ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.49 Tahun 2024 tentang peralihan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, serta derivatif keuangan. Dengan terbitnya aturan tersebut, pengawasan aset kripto kemudian telah resmi beralih dari Bappebti ke OJK terhitung mulai 10 Januari 2025.

"Kegiatan perdagangan aset kripto setelah OJK mengawasi perdagangan aset kripto berjalan dengan baik dan lancar. OJK telah sosialisasi dan melakukan bimbingan teknis ke pelaku aset kripto, terkait pemahaman dan kepatuhan," kata Hasan.

OJK juga membentuk kelompok kerja atau working group pengalihan tugas pengawasan aset kripto terdiri OJK dan Bappebti. Working group mempunyai tugas koordinasi terkait aspek pengaturan perizinan dan pengawasan yang nantinya dialihkan dari Bappebti ke OJK.

Sebelumnya, Hasan mengatakan terdapat peluang peningkatan pesat transaksi aset kripto pada tahun ini.

"Peluang utama dari pengembangan aset kripto adalah inovasi teknologi yang dapat mendorong efisiensi dan inklusi keuangan. Sementara, dengan pengawasan yang baik, aset kripto berpotensi memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional, khususnya di sektor keuangan digital," ujarnya dalam jawaban tertulis pada awal bulan ini (5/2/2025).

Meski begitu, menurut Hasan, OJK tidak bisa memberikan estimasi spesifik proyeksi pertumbuhan transaksi aset kripto, mengingat dinamika pasar aset kripto sangat tergantung pada faktor global, teknologi, dan preferensi publik. 

"OJK memiliki fokus utama pada pembangunan ekosistem yang mendukung perkembangan industri secara berkelanjutan yang menerapkan prinsip tata kelola yang baik, dilaksanakan secara tertur, wajar, transparan, dan efisien, serta memperhatikan aspek perlindungan konsumen," ujar Hasan.

Di sisi lain, terdapat tantangan yang menghambat pertumbuhan transaksi aset kripto tahun ini. Pertama, aset kripto dianggap memiliki sifat desentralisasi dan global, sehingga pengawasannya perlu cermat terhadap beberapa risiko seperti volatilitas harga dan manipulasi pasar.

Kedua, aset kripto rentan terhadap ancaman berbasis siber seperti peretasan, pencucian uang, dan pembiayaan terorisme. Ketiga, terkait infastruktur pengawasan.

Keempat, edukasi dan pemahaman masyarakat atas aset kripto. Sebab, masih banyaknya risiko yang melekat pada investasi aset kripto.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper