Bisnis.com, JAKARTA — Pada 2024, aksi tambah modal lewat jalan right issue mengalami penurunan. Bagaimana kemudian prospek right issue pada tahun ini seiring dengan kinerja pasar saham yang lesu?
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), telah terdapat 15 aksi right issue sepanjang 2024 dengan dana terkumpul Rp34,42 triliun. Aksi right issue pada tahun lalu paling banyak berasal dari sektor finansial serta infrastruktur. Kontribusi aksi right issue dari sektor finansial dan infrastruktur masing-masing sebesar Rp14,15 triliun serta Rp13,15 triliun.
Adapun, jumlah dan nilai penghimpunan dana right issue sepanjang 2024 mengalami penyusutan jika dibandingkan tahun sebelumnya. Sepanjang 2023, telah terdapat 25 aksi right issue dengan nilai penggalangan dana yang terhimpun mencapai Rp56,18 triliun.
Untuk tahun ini, Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan prospek right issue menghadapi tantangan di tengah pasar saham yang masih lesu. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami pelemahan 1,83% pada perdagangan hari ini, Kamis (27/2/2025) ke level 6.485,44.
IHSG pun masih di zona merah, turun 8,4% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).
"Di tengah pasar yang lesu, aksi right issue masih menghadapi tantangan besar karena minat investor yang terbatas dan ketidakpastian makroekonomi," ujar Felix, Kamis (27/2/2025).
Baca Juga
Namun, menurutnya, bagi emiten dengan fundamental kuat dan rencana ekspansi jelas, right issue tetap menjadi opsi pendanaan yang menarik, terutama dengan valuasi saham yang relatif murah.
"Keberhasilan right issue bisa meningkatkan likuiditas pasar dan menjadi indikator kepercayaan investor, sementara kegagalan atau rendahnya partisipasi justru bisa memperburuk sentimen," tutur Felix.
Oleh karena itu, strategi penetapan harga dan informasi yang efektif menjadi kunci agar right issue dapat berjalan sukses di kondisi pasar saat ini.
Investment Analyst Infovesta, Ekky Topan mengatakan aksi right issue pada 2025 diproyeksikan kurang lebih akan tetap sama seperti tahun sebelumnya atau lesu, kecuali ada perubahan signifikan di pasar. "Jika kondisi pasar kembali positif dan kepercayaan investor meningkat, maka tren right issue bisa berpotensi membaik," ujarnya.
Selain itu, jika emiten-emiten berkinerja baik mulai melakukan right issue dengan skema yang saling menguntungkan bagi investor dan emiten, minat terhadap aksi korporasi ini juga bisa meningkat.
Pada tahun ini, BEI sendiri mencatat telah terdapat dua emiten yang telah menerbitkan rights issue dengan total nilai Rp470 miliar. Kemudian, masih terdapat tujuh perusahaan tercatat dalam pipeline right issue BEI.
Secara terperinci, aksi right issue yang masuk ke dalam pipeline berasal dari sektor basic materials, energi, serta kesehatan.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan right issue merupakan langkah yang bisa diambil oleh emiten guna tambah modal. "Right issue maupun IPO [initial public offering], adalah keputusan strategis dari perusahaan," ujarnya pada Kamis (27/2/2025).
Sejumlah emiten sendiri tercatat tengah merencanakan aksi right issue pada tahun ini. PT Terregra Asia Energy Tbk. (TGRA) misalnya tengah merancang right issue dengan menerbitkan sekitar 38 miliar lembar saham baru.
Direktur sekaligus Corporate Secretary Terregra Asia Energy Daniel Tagu Dedo menjelaskan tujuan dari right issue TGRA adalah untuk mendukung rencana ekspansi pembangkit listrik energi terbarukan. Perseroan akan mengerjakan sejumlah proyek strategis yang telah mendapat power purchase agreement atau PPA dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) serta akuisisi aset operasi.
“Target kami dalam jangka pendek dalam 5 tahun ini dari 2025 sampai dengan 2030 minimal kapasitas kita 1.000 megawatt [MW],” tuturnya.
Emiten baja PT Gunung Raja Paksi Tbk. (GGRP) juga berencana menerbitkan sebanyak-banyaknya 12 miliar saham baru lewat right issue. Perseroan berencana untuk menggunakan dana yang diperoleh dari right issue antara lain untuk mendanai pengembangan bisnis baja yang menghasilkan produk baja rendah karbon.
Emiten milik Hary Tanoesoedibjo, PT MNC Energy Investments Tbk. (IATA) juga akan melaksanakan right issue dengan potensi dana Rp1,27 triliun. Dalam aksi korporasi ini, IATA akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 20,19 miliar saham Seri B.
Emiten terafiliasi Happy Hapsoro, PT Bukit Uluwatu Villa Tbk. (BUVA) juga mengumumkan rencana penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau skema right issue dengan menawarkan sebanyak-banyaknya 3,6 miliar saham baru.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.