Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah turun ke level terendah tahun ini pada perdagangan Rabu (26/2/2025) setelah Presiden AS Donald Trump mengguncang pasar dengan serangkaian pernyataan yang bertentangan mengenai kebijakan perdagangan.
Melansir Bloomberg, Kamis (27/2), West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April ditutup melemah 0,4% ke US$68,62 per barel. Sementara itu, minyak patokan Brent untuk kontrak April melemah 0,7% ke US$72,53 per barel.
WTI ditutup pada level terendah tahun ini setelah sesi perdagangan yang fluktuatif akibat volume transaksi yang tipis. Pada Rabu, Trump mengeluarkan berbagai pernyataan terkait tarif impor terhadap Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa yang menimbulkan ketidakpastian di pasar.
Ancaman perang dagang global berimbas pada prospek pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi, terutama di AS dan China, yang merupakan dua konsumen minyak terbesar dunia.
Kepala analis komoditas SEB AB Bjarne Schieldrop mengatakan ketidakpastian mengenai kebijakan Trump menekan kepercayaan konsumen dan bisnis.
“Kebijakan Trump melemahkan kepercayaan konsumen dan bisnis, yang pada akhirnya akan menekan konsumsi riil,” kata Schieldrop.
Baca Juga
Trump awalnya menyatakan tarif terhadap Kanada dan Meksiko akan segera diberlakukan, sebelum kemudian mengoreksi jadwalnya menjadi awal April. Ia juga mengumumkan tarif 25% terhadap Uni Eropa, sebelum beralih membahas bea masuk otomotif dan topik lainnya.
Selain faktor perdagangan, tekanan terhadap harga minyak juga datang dari potensi peningkatan pasokan global.
Gedung Putih mengonfirmasi rencana kunjungan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy ke AS, yang dapat membuka peluang kelonggaran ekspor minyak Rusia jika tercapai kesepakatan damai. Di sisi lain, Irak mencapai kesepakatan dengan wilayah Kurdistan untuk melanjutkan ekspor minyak.
Berbagai sentimen negatif ini menutupi faktor bullish yang seharusnya mendukung harga, seperti keputusan Trump untuk mencabut konsesi minyak yang diberikan pemerintahan Biden kepada Nicolás Maduro di Venezuela, sanksi baru terhadap ekspor Iran, serta ekspektasi bahwa OPEC+ akan kembali menunda rencana peningkatan produksi.