Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pemerintah mengerek tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 berisiko mempengaruhi biaya produksi PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk. (ULTJ).
Corporate Secretary Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Helina Widayani menuturkan bahwa pemberlakuan PPN 12% pada beberapa kategori produk ataupun jasa dapat mempengaruhi biaya produksi perseroan.
Di samping itu, dia juga menyatakan biaya operasional lainnya juga berisiko terdampak oleh kebijakan tersebut. Meski demikian, manajemen ULTJ sejauh ini masih mengkaji dampak kenaikan PPN secara menyeluruh.
“Kami melakukan kajian atas dampak kenaikan PPN tersebut,” ujar Helina melalui jawaban tertulis terkait paparan publik, Senin (23/12/2024).
Di tengah kondisi tersebut, manajemen ULTJ memperkirakan kinerja penjualan perseroan terutama produk susu akan tetap meningkat pada 2025. Hal tersebut dipicu oleh peluncuran produk baru sepanjang tahun ini.
Dia menambahkan ULTJ juga berencana memacu penetrasi pasar, baik melalui jalur distributor maupun anak perusahaan yang dimiliki.
Baca Juga
“Beberapa strategi perseroan, antara lain dengan meningkatkan jalur distribusi lebih luas secara nasional, penetrasi pasar yang mencakup berbagai segmen termasuk melalui jalur e-commerce,” kata Helina.
Sementara itu, terkait volatilitas harga komoditas, manajemen ULTJ akan mengantisipasi dengan melakukan monitoring, proyeksi, kolaborasi dengan pemasok, serta pembelian dalam jumlah lebih besar saat harga terbaik.
Berdasarkan Laporan Keuangan hingga akhir September 2024, perseroan membukukan laba bersih sebesar Rp893 miliar. Perolehan tersebut menurun 6,1% dibandingkan capaian tahun lalu yang meraih laba senilai Rp951 miliar.
Head of Finance & Accounting Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Pahala Sihotang menuturkan penurunan laba bersih disebabkan oleh kenaikan beban penjualan dari posisi Rp631 miliar menjadi Rp848 miliar per kuartal III/2024.
“Kenaikan ini terjadi karena kami memberikan stimulus dalam bentuk promosi untuk mendukung penjualan,” ujarnya dalam paparan publik, Jumat (20/12/2024).
Pahala melanjutkan bahwa promosi tersebut meliputi penurunan harga atau diskon langsung kepada konsumen. Akibatnya, beban penjualan naik signifikan secara tahunan, sehingga berdampak pada penurunan laba bersih.
Kendati laba bersih menurun, kinerja penjualan ULTJ masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,6% year on year (YoY) menjadi Rp6,58 triliun.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.