Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah ditutup melemah ke posisi Rp15.784 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Rabu (13/11/2024).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup pada perdagangan dengan turun 0,02% atau 2,5 poin ke posisi Rp15.784 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terpantau menguat 0,09% ke posisi 106,047.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Yen Jepang melemah 0,36%, dolar Singapura melemah sebesar 0,19%, baht Thailand melemah 0,02%, ringgit Malaysia melemah 0,53%, dolar Taiwan melemah 0,10%, dolar Hong Kong melemah 0,02%, dan rupee India melemah 0,01%.
Lalu, mata uang yang menguat di antaranya, yuan China menguat 0,13%, peso Filipina menguat 0,16%, dan won Korea menguat 0,26%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa pada perdagangan sore ini (13/11) mata uang rupiah ditutup melemah tipis 2 poin sebelumnya sempat menguat 8 poin di level Rp15.784 dari penutupan sebelumnya di level Rp15.781.
Sementara itu untuk perdagangan besok (14/11) mata uang rupiah diprediksi akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp15.770-Rp15.850.
Baca Juga
Ibrahim mengatakan bahwa pasar kini beralih ke data inflasi indeks harga konsumen yang akan datang untuk isyarat lebih lanjut tentang suku bunga. Pembacaan tersebut diharapkan menunjukkan inflasi tetap stabil pada Oktober, yang menjadi pertanda buruk bagi pertaruhan atas pelonggaran moneter berkelanjutan oleh Federal Reserve.
Dia mengatakan bahwa kemenangan Donald Trump menambah ketidakpastian atas prospek inflasi. Presiden terpilih tersebut secara luas diharapkan meluncurkan lebih banyak kebijakan ekspansif selama masa jabatan keduanya, yang menghadirkan prospek inflasi dan suku bunga yang lebih tinggi.
Lebih lanjut, Ibrahim mengatakan bahwa beberapa komentar hawkish dari pejabat Federal Reserve juga membebani sentimen, karena Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari memperingatkan bahwa setiap kenaikan inflasi dapat membuat Fed mempertahankan suku bunga tetap pada Desember.
Menurutnya, rencana China untuk menambah utang sebesar 10 triliun yuan atau US$1,4 triliun sebagian besar tidak memuaskan. Investor kini menunggu lebih banyak langkah fiskal yang bertujuan untuk meningkatkan belanja konsumen dan mendukung pasar properti.
Bloomberg melaporkan negara tersebut mempertimbangkan untuk memangkas pajak pembelian rumah untuk mendukung sektor properti, meskipun hal ini tidak banyak membantu menopang saham lokal.
Dia mengatakan Beijing kemungkinan mencari lebih banyak petunjuk tentang kebijakan Trump terhadap negara tersebut, mengingat dia telah berjanji untuk meningkatkan tarif perdagangan atas impor China. China kini diperkirakan akan menguraikan lebih banyak stimulus fiskal selama dua pertemuan politik tingkat tinggi pada Desember ini.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.