Bisnis.com, JAKARTA — Emiten maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mengumumkan telah mencatatkan laba bersih US$18,11 juta sampai Oktober 2024 setelah mendapatkan persetujuan ijarah dari pihak pemberi sewa pesawat.
Berdasarkan laporan keuangan per kuartal III/2024, GIAA sebenarnya masih mencatatkan rugi bersih mencapai US$131,22 juta atau setara Rp2,06 triliun (kurs Rp15.672 per dolar AS).
Rugi bersih GIAA tersebut membengkak dibandingkan rugi bersih periode yang sama tahun sebelumnya US$72,38 juta atau Rp1,13 triliun.
Namun, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan per Oktober 2024, GIAA berhasil membukukan laba bersih sebesar US$18,11 juta atau sekitar Rp283,81 miliar.
Irfan menjelaskan raupan laba tersebut dihasilkan karena adanya perubahan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 menjadi PSAK 107.
PSAK 73 merupakan suatu standar pembukuan, di mana transaksi sewa masuk ke dalam beban operasi. Sementara, PSAK 107 adalah standar akuntansi untuk akad ijarah yang digunakan dalam pembiayaan oleh bank syariah dan lembaga keuangan lainnya.
Baca Juga
Adapun, GIAA berhasil mendapatkan persetujuan dari 10% total pesawat dengan transaksi sewa untuk kemudian dimasukan ke dalam skema ijarah.
"10% sudah setuju per kemarin Oktober. Jadi kami bisa langsung bukukan positif [laba bersih]," ujar Irfan setelah public expose pada Senin (11/11/2024).
Menurutnya, skema ijarah yang sudah dieksekusi mengubah pencatatan dengan PSAK 107. Ia berharap, ke depan terjadi pula peningkatan solvabilitas. "Kami harapkan juga dapat meningkatkan kapitalisasi pasar. Solvabilitas yang meningkat juga membuka akses perusahaan terhadap new financing," ujar Irfan.
Meski begitu, per kuartal III/2024 GIAA masih mempunyai jumlah liabilitas jangka pendek melebihi aset lancarnya sebesar US$619 juta dan ekuitas negatif sebesar US$1,41 miliar.
Dalam laporan keuangan dijelaskan bahwa sejak semester I/2024, GIAA sebenarnya terus membukukan pertumbuhan atas fundamental bisnis didukung oleh keberhasilan dalam melakukan restrukturisasi utangnya.
GIAA juga telah meraup laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) yang positif sebesar US$685,81 juta.
Restrukturisasi GIAA sendiri dituangkan dalam keputusan homologasi tertanggal 27 Juni 2022, di mana GIAA memperoleh pendanaan sejumlah Rp7,5 triliun dan Rp725 miliar yang berasal dari penyertaan modal negara (PMN) dan PPA.
"Keberhasilan restrukturisasi utang dan pendanaan tambahan dari PMN, memberikan dampak positif kepada perusahaan, baik terhadap kinerja keuangan dan operasi," tulis Manajemen GIAA di laporan keuangan dikutip pada Sabtu (9/11/2024).
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.