Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Mentah WTI Tergelincir ke Bawah US$70 per Barel

Harga minyak mentah di pasar spot mengalami tren pelemahan pada perdagangan awal bulan ini ditekan oleh lesunya permintaan China dan AS.
Siluet pekerja PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) beraktivitas di kawasan Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap. Bisnis/Nurul Hidayat
Siluet pekerja PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) beraktivitas di kawasan Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak mentah di pasar spot mengalami tren pelemahan pada perdagangan awal bulan ini. 

Posisi menguatnya pasokan tidak diimbangi dengan serapan minyak mentah dari China & Amerika Serikat menjadi faktor penekan harga komoditas tersebut pada paruh kedua tahun ini. 

Berdasarkan data Bloomberg Rabu (4/9/2024), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober 2024 melemah 0,50 poin atau 0,71% ke level US$69,84 per barel. Harga kontrak itu menjadi level terendah sejak Januari 2024. 

Sementara itu, kontrak minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober 2024 melemah 0,50 poin atau 0,68% menjadi US$73,39 per barel.

“Konsen mengenai permintaan dan reaksi negatif atas harga minyak terhadap kemungkinan tambahan pasokan minyak dari OPEC+ dan Libya mengindikasikan pasar yang melemah,” kata analis dari UBS AG di Zurich Giovanni Staunovo seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (4/9/2024).

Kontraksi harga minyak mentah di pasar spot itu dipicu oleh data ekonomi China dan Amerika Serikat yang kembali melambat, dengan aktivitas pabrik terkoreksi selama 4 bulan berturut-turut.

Setali tiga uang, aktivitas manufaktur Amerika Serikat turut menunjukkan kontraksi selama 5 bulan terakhir.

Di sisi lain, pasokan minyak diprediksi bakal rebound seiring dengan berakhirnya krisis di Libya yang telah memangkas produksi dari negara Afrika Utara itu menjadi setengahnya. 

Seperti diketahui, lebih dari 500.000 barel minyak per hari dihentikan pekan lalu ketika otoritas di bagian timur negara itu memprotes pencopotan Sadiq Al-Kabir, mantan Gubernur Sentral Libya.

Sementara itu, spekulan semakin khawatir bahwa mitra Libya dalam OPEC+ akan melanjutkan kesepakatan untuk memulihkan produksi yang terhenti.

Dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia, aliansi OPEC+ berencana menambah 180.000 barel per hari pada Oktober saat mereka secara bertahap memulihkan produksi yang sempat dihentikan sejak 2022 dalam upaya untuk menopang harga saat itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper