Bisnis.com, JAKARTA – Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) meredam ekspektasi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia alias BI Rate dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20–21 Agustus 2024.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Adityo Nugroho mengatakan saat ini rupiah sedang bergerak menguat terhadap dolar AS. Namun, hal itu dikarenakan Dollar Index (DXY) melemah ke level terendahnya dalam 8 bulan terakhir.
“Sehingga, jika kita bandingkan pergerakan rupiah dengan mata uang regional lainnya seperti ringgit Malaysia dan baht Thailand pergerakannya cenderung seirama,” ujar Adityo saat dihubungi Bisnis pada Selasa (20/8/2024).
Dengan kata lain, stabilisasi nilai tukar rupiah yang menjadi fokus kebijakan Bank Indonesia (BI) sejatinya sudah tercapai. Akan tetapi, spekulasi terkait dengan pemangkasan suku bunga BI dinilai terlalu dini untuk ditempuh oleh bank sentral saat ini.
“Kalau menurut saya masih terlalu dini bagi Bank Indonesia untuk mengambil langkah ‘ahead the curve’ di kala stabilisasi rupiah baru mulai terwujud seperti saat ini,” tuturnya.
Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky juga memiliki pandangan serupa. Menurutnya, pemotongan suku bunga acuan yang terlalu dini berisiko mendorong arus modal keluar, sehingga meningkatkan volatilitas dan memicu depresiasi rupiah.
Oleh sebab itu, Riefky menilai pemotongan BI rate tampaknya akan sejalan dengan momentum pemangkasan suku bunga The Fed untuk menjaga perbedaan tingkat suku bunga.
“BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur BI Agustus ini,” ujar Riefky.
Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup menguat 114,50 poin atau 0,74% ke level Rp15.435,5 per dolar AS hari ini. Adapun indeks dolar AS melemah sebesar 0,01% ke posisi 101,87.
Sementara itu, mata uang lain di Asia mayoritas ditutup menguat. Yen Jepang, misalnya menguat 0,15% bersamaan dengan won Korea sebesar 0,33%. Adapun yuan China menguat 0,01%, lalu ringgit Malaysia serta baht Thailand naik 0,33% dan 0,66%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menuturkan bahwa investor saat ini masih menunggu indikasi rencana The Fed untuk keputusan suku bunga berikutnya.
Mayoritas ekonom yang disurvei Reuters menyebutkan resesi AS tidak mungkin terjadi. Oleh karena itu, The Fed diperkirakan memangkas suku bunga 25 basis poin pada masing-masing tiga pertemuan di sisa tahun ini.
“Risalah pertemuan kebijakan terakhir yang dirilis pekan ini seharusnya menggarisbawahi prospek dovish,” ujar Ibrahim dalam keterangan tertulis.