Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri menilai aset kripto bisa menjadi underlying asset dalam sinerginya dengan industri jasa keuangan melalui pengembangan reksa dana atau Exchange Traded Fund (ETF).
Wakil Ketua Umum Asosiasi Blockchain dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI) yang juga CEO Tokocrypto, Yudhono Rawis menyebut adanya potensi pengembangan ETF yang berbasis aset Kripto.
Meski ada potensi, menurutnya, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, jika hal tersebut benar-benar ingin diterapkan di Indonesia.
"Saat ini di Indonesia, investor institusional belum diizinkan untuk berinvestasi dalam Kripto, yang membuat pengembangan ETF atau reksa dana berbasis Kripto sulit," katanya, Selasa (13/8/2024).
Menurutnya, regulasi yang jelas dan mendukung dari pihak OJK diperlukan untuk memungkinkan kolaborasi tersebut diluncurkan.
Dia mengingatkan adanya risiko yang tinggi terkait dengan Kripto, maka perlindungan konsumen menjadi tantangan utama.
Baca Juga
Adapun dia menegaskan bahwa OJK dan manajer investasi perlu memastikan bahwa produk ini dipahami dengan baik oleh investor dan ada mekanisme perlindungan yang memadai.
"Likuiditas Kripto bisa menjadi masalah, terutama untuk aset Kripto yang kurang likuid. Ini bisa menyulitkan manajer investasi untuk mengeksekusi transaksi dengan cepat, terutama dalam skenario pasar yang volatile," ujarnya.
Meski begitu, dia menyatakan bahwa penggunaan aset Kripto sebagai underlying asset dapat menawarkan diversifikasi yang unik.
"ETF atau reksa dana berbasis Kripto dapat memberikan akses yang lebih mudah dan aman bagi investor yang ingin berpartisipasi dalam pasar kripto tanpa harus langsung membeli dan menyimpan kripto itu sendiri," ucapnya.
Mengingat volatilitas pasar Kripto, menurutnya, produk investasi berbasis Kripto memiliki potensi untuk memberikan pengembalian yang tinggi, yang bisa menarik minat investor yang mencari keuntungan lebih besar.
Dia menegaskan bahwa memperkenalkan ETF atau reksa dana Kripto di Indonesia dapat mendorong inovasi di industri jasa keuangan dan menempatkan Indonesia sebagai pemain yang lebih kompetitif dalam ekosistem keuangan global.
Untuk diketahui, OJK menyatakan membuka peluang sinergi atau kolaborasi industri Kripto dengan industri jasa keuangan lainnya.
Inisiatif kolaborasi itu muncul setelah OJK diamanahkan tugas untuk mengatur dan mengawasi aset keuangan digital termasuk aset Kripto, berdasarkan Undang-Undang (UU) PPSK.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi mengatakan, kebijakan ini akan berlaku selambatnya 2 tahun setelah resmi efektif berlakunya UU PPSK yang diberlakukan di 12 Januari 2023.
"Jadi selambatnya di Januari 2025 yang akan datang peralihan kewenangan tugas pengaturan pengawasan itu akan terjadi di OJK," katanya.