Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David E. Sumual menilai bahwa apapun hasil Pilpres Amerika Serikat (AS) 2024 akan cenderung berdampak positif ke pergerakan nilai tukar rupiah, meski tidak secara langsung.
David menjelaskan, kedua calon presiden AS yaitu Donald Trump dan Kamala Harris sama-sama punya sentimen negatif ke China. Menurutnya, Trump dan Harris sama-sama ingin menaikkan tarif produk impor dari China.
Dengan demikian, muncul potensi relokasi perusahaan-perusahaan dari China ke negara-negara lain di Asia termasuk ke Indonesia. Bedanya, Trump hanya lebih agresif dari Harris soal China.
"Kalau yang menang Kamala Harris itu bukan berarti tidak ada relokasi, tapi mungkin tidak secepat yang mungkin terjadi kalau Trump yang memimpin. Tapi tetap ada kemungkinan potensi relokasi juga," ujar David kepada Bisnis, Selasa (6/8/2024).
Selain itu, sambungnya, baik Trump maupun Harris juga cenderung mendorong agar suku bunga The Fed diturunkan. Oleh sebab itu, akan muncul tekanan capital outflow atau arus keluar modal asing dari AS.
Sejalan dengan itu, Indonesia bisa memanfaatkan capital outflow dari AS itu agar modal masuk ke aset rupiah.
Baca Juga
"Ya walaupun memang posisi Bank Sentral di sana [The Fed] independen, tapi kan bisa ada tekanan-tekanan politik juga yang mendorong mereka supaya turunkan suku bunga," jelas David.
Lebih lanjut, dia juga meyakini Bank Indonesia masih tetap bisa menjaga stabilitas rupiah dengan berbagai instrumen yang ada. Jika memang terjadi gejolak maka Bank Indonesia harus melakukan intervensi lewat pasar spot, Non Deliverable Forward (NDF), maupun obligasi.
Di atas itu, David menekankan yang harus dioptimalkan adalah hasil ekspor. Dia mendorong agar ekspor bisa lebih deras masuk ke dalam negeri untuk menjaga rupiah.