Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus melakukan pendekatan hukum dalam menangani tindakan yang terindikasi fraud pada BUMN farmasi, PT Indofarma Tbk. (INAF), termasuk menindak pengurus yang bermasalah.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo saat menjawab pertanyaan mengenai perkembangan terbaru kasus Indofarma.
“Ya kalau Indofarma itu kan kita lakukan pendekatan hukum sesuai temukan Badan Pemeriksa Keuangan [BPK] dan kejaksaan. Kita hormati hukum dan kita akan tindak tegas pengurus yang bermasalah,” ujarnya pada awak media di Jakarta, Kamis (20/6/2024)
Sebelumnya, Direktur Utama PT Indofarma Tbk. (INAF) Yeliandriani mengungkap dalang di balik tindakan berindikasi fraud yang terjadi di entitas anak perseroan.
Menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), fraud yang terjadi anak usaha Indofarma yakni PT Indofarma Global Medika (IGM) meliputi transaksi fiktif, pencairan deposito atas nama pribadi, hingga pinjaman online atau pinjol.
Saat rapat dengar pendapat di DPR RI, Rabu (19/6/2024), Yeliandriani mengatakan terindikasi lima karyawan yang terlibat fraud. Kelima orang ini disebut pejabat penting karena memiliki kewenangan yang besar.
Baca Juga
“Berdasarkan laporan yang kami baca, yang terlibat dalam fraud ini hanya lima orang saja dan orangnya sekarang sudah keluar. Kami yakin yang sekarang ada di Indofarma sudah bersih dari fraud. Jadi, fraud tersebut hanya dilakukan dalam satu lingkaran saja dan kebetulan memang dengan kewenangan yang cukup besar,” ujarnya.
Yeliandrini juga menyampaikan kebenaran terkait adanya tindakan penempatan dan pencairan deposito beserta bunga atas nama pribadi di Koperasi Simpan Pinjam Nusantara. Hal ini membuat IGM terindikasi rugi sebesar Rp35,07 miliar.
“Betul yang terjadi di dalam laporan itu bahwa ada deposito atas nama pribadi dan akhirnya dipakai untuk menjamin pinjaman orang tersebut dan akhirnya kredit wanprestasi sehingga deposito dicairkan. Itu terjadi dua kali,” pungkasnya.
Ketika ditanya dicecar nama mantan pejabat Indofarma tersebut, Yeliandrini menyatakan belum bisa menjelaskan secara detail karena kasus tersebut sudah masuk ke dalam ranah aparat penegak hukum.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Shadiq Akasya memaparkan dari 18 temuan yang dilaporkan BPK, hanya ada 10 aktivitas yang terbukti berindikasi fraud.
Salah satunya indikasi kerugian IGM sebesar Rp157,33 miliar atas transaksi unit bisnis Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Ada juga pinjol melalui fintech bukan untuk kepentingan perusahaan sehingga merugikan IGM senilai Rp1,26 triliun.
Anak usaha Indofarma juga menggadai deposito beserta bunga senilai Rp38,06 miliar pada PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR), serta terindikasi merugi Rp18 miliar atas pengembalian uang muka dari MMU yang tidak masuk ke rekening IGM.
IGM juga berpotensi merugi sebesar Rp4,5 miliar akibat kerja sama distribusi alat kesehatan TeleCTG dengan PT ZTI yang dilakukan tanpa perencanaan, serta berisiko menelan kerugian sebesar Rp10,43 miliar atas stok TeleCTG yang tidak terjual.
“Lalu kegiatan usaha masker tanpa perencanaan memadai berindikasi fraud sebesar Rp2,6 miliar atas penurunan nilai persediaan masker,” ujar Shadiq.
Tak cuma itu, IGM juga terindikasi rugi Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan merugi Rp13,11 miliar atas sisa persediaan masker. Ada juga pembelian dan penjualan rapid test panbio IGM tanpa perencanaan, yang merugikan Rp56 miliar.
Terakhir, Shadiq mengatakan INAF membeli dan menjual PCR kit Covid-19 pada 2020 – 2021 tanpa perencanaan memadai sehingga berindikasi fraud, serta berpotensi rugi Rp5,98 miliar atas piutang macet PT Promedik dan Rp9,17 miliar akibat tidak terjualnya PCR kit.