Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang rupiah dibuka naik ke posisi Rp16.252 per dolar AS pada perdagangan akhir pekan, Jumat (31/5/2024).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah membuka perdagangan dengan naik 0,08% atau 12 poin ke posisi Rp16.252 per dolar AS. Sementara itu indeks dolar bergerak naik 0,07% ke level 104,740.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Yen Jepang naik 0,10%, dolar Hong Kong naik 0,04%, peso Filipina naik 0,25%, rupee India naik 0,04%, ringgit Malaysia menguat 0,03% dan baht Thailand menguat 0,08%.
Di sisi lain, dolar Singapura turun 0,03%, won Korea melemah 0,13% dan yuan China turun 0,08%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif tetapi kembali ditutup melemah pada rentang Rp16.250–Rp16.330 per dolar AS.
Ibrahim mengatakan sebagian besar pedagang tetap berpihak pada dolar AS karena serangkaian sinyal hawkish dari Federal Reserve.
Baca Juga
Dia menuturkan revisi data produk domestik bruto (PDB) kuartal pertama akan dirilis dan diperkirakan menunjukkan ketahanan ekonomi AS. Kekuatan perekonomian memberi The Fed lebih banyak ruang untuk mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.
Fokus utama minggu ini adalah data indeks harga PCE, ukuran inflasi pilihan The Fed. Data tersebut diperkirakan akan menunjukkan inflasi yang tetap stabil hingga bulan April dan akan dirilis pada hari Jumat.
Selain itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah terus meningkat setelah pasukan Israel menguasai zona penyangga di sepanjang perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir. Dengan demikian, Israel memiliki otoritas efektif atas seluruh perbatasan darat wilayah Palestina.
Dari dalam negeri, pasar merespons negatif posisi utang pemerintah pada April 2024 yang mencapai Rp8.338,43 triliun atau setara 38,64% dari PDB Indonesia. Posisi utang ini naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp8.262,10 triliun atau 38,79% dari PDB.
Berdasarkan Buku APBN Kita Edisi Mei 2024, mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,18%. Menurut instrumennya, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 87,94%.
Per akhir April 2024, lembaga keuangan memegang sekitar 43,3% kepemilikan SBN domestik, terdiri dari perbankan 24,5% dan perusahaan asuransi serta dana pensiun sebesar 18,8%.
Lebih lanjut, kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia sekitar 21,3% digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter. Sementara itu, asing tercatat hanya memiliki SBN domestik sekitar 13,8% termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.