Bisnis.com, JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) membeberkan strategi perseroan untuk memperbaiki posisi ekuitas yang masih negatif. Hal tersebut juga membuat GIAA berpeluang keluar dari papan pemantauan khusus (PPK) full call auction.
Sebagaimana diketahui, saham Emiten maskapai penerbangan pelat merah ini masuk papan pemantauan khusus karena memiliki ekuitas negatif pada laporan keuangan terakhir.
Direktur Keuangan GIAA Prasetio mengatakan, perseroan memiliki target bahwa ekuitas dapat berbalik positif pada tahun ini. Salah satu strateginya yaitu perubahan perlakuan akuntansi.
Dia menyebut Garuda Indonesia berupaya untuk mengubah penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 menjadi PSAK 107.
PSAK 73 merupakan suatu standar pembukuan transaksi sewa pada beban operasi, sedangkan PSAK 107 adalah standar akuntansi untuk akad ijarah yang digunakan dalam pembiayaan oleh bank syariah dan lembaga keuangan lainnya.
"Kami sudah melakukan roadshow terkait implementasi PSAK 107, restrukturisasi yang panjang ada finance charge kalau di PSAK 73, kalau dipindah ke 107 semuanya nanti akan jadi cash basis. Diharapkan dapat menutup ekuitas yang negatif, paralel kami sudah menyelesaikan dokumentasi amandemen," jelasnya dalam paparan publik GIAA pada Rabu (22/5/2024).
Baca Juga
Lebih lanjut dia mengatakan, aspirasi dari pemegang saham GIAA mengharapkan bahwa ekuitas perseroan dapat segera berbalik positif tahun ini. Sehingga, perseroan mendorong percepatan pemulihan kondisi ekuitas perseroan.
“Kami kalau ijarah di-exercise, dan itu subject disepakati dengan lessor secara keseluruhan, maka tahun ini seharusnya ekuitas kami sudah positif ya," pungkasnya.
Berdasarkan neraca, total ekuitas GIAA masih negatif sebesar US$1,28 miliar pada 2023, namun nilai itu menyusut dari US$1,53 miliar pada 2022 lalu.
Di sisi lain, GIAA menutup 2023 dengan total liabilitas senilai US$8,10 miliar, naik 3,09% YoY. Jumlah itu terdiri dari liabilitas jangka panjang yang sebesar US$6,84 miliar dan liabilitas jangka panjang US$1,16 miliar.
Alhasil, total aset Garuda Indonesia terdata sebesar US$6,72 miliar, naik 7,90% YoY. Perinciannya, aset lancar sebesar US$653,77 juta dan aset tidak lancar US$6,07 miliar.
Mengutip laporan keuangan perseroan, Garuda melaporkan meraih pendapatan usaha sebesar US$2,93 miliar, naik 39,83% secara tahunan (year-on-year/YoY) dari posisi US$2,1 miliar pada 2022.
Pendorong utama pendapatan usaha GIAA ialah pendapatan dari penerbangan berjadwal yang menyentuh 2,37 miliar pada 2023, naik 40,71%. Selanjutnya, ada pendapatan penerbangan tidak berjadwal dan pendapatan lainnya yang masing-masing menyumbang US$288,03 juta dan US$270,58 juta.
Setelah dikurangi pajak, laba tahun berjalan GIAA menjadi US$251,99 juta pada 2023. Adapun, kepentingan non-pengendali terdata sebesar US$1,94 juta sehingga laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk menjadi senilai US$250,04 juta.
Adapun, saham GIAA parkir melemah 1,67% di level Rp59 per saham pada Rabu (22/5/2024). Secara year-to-date (ytd) saham GIAA ambles 14,49%.