Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah dibuka melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) meskipun ada ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.
Rupiah dibuka melemah 39,5 poin atau 0,25% menjadi Rp16.065 per dolar AS pada Selasa (7/5/2024) pagi. Indeks dolar AS naik 0,13% ke level 105,187.
Mata uang Asia lainnya juga cenderung melemah terhadap dolar AS. peso Filipina turun 0,02%, yuan China 0,13%, ringgit Malaysia 0,05%, baht Thailand 0,06%. Hanya won Korea Selatan yang naik 0,03%.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah akan ditutup menguat pada rentang Rp15.960-Rp16.060 per dolar AS pada hari ini, Selasa (7/5/2024).
Kemarin, rupiah ditutup menguat 0,36% atau naik 57,5 poin ke Rp16.025 per dolar AS. Hal tersebut terjadi di tengah menguatnya indeks dolar AS sebesar 0,07% ke 105,10.
Bersama dengan rupiah, beberapa mata uang Asia lainnya juga menguat seperti dolar Taiwan naik 0,02%, won Korea Selatan naik 0,29%, peso Filipina naik 0,24%, dan yuan China naik 0,37%.
Baca Juga
Sementara itu, mata uang Asia lainnya ditutup melemah seperti yen Jepang turun 0m50%, dolar Singapura turun 0,13%, rupee India turun 0,05%, ringgit Malaysia melemah 0,06%, dan baht Thailand melemah 0,06% hari ini.
Ibrahim Assuaibi mengatakan penurunan greenback terjadi karena data nonfarm payrolls bulan April lebih lemah dari perkiraan. Data tersebut memperkuat spekulasi jika melemahnya pasar tenaga kerja akan memberikan dorongan lebih besar bagi Federal Reserve untuk mulai menurunkan suku bunga.
Data pada Jumat menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja AS melambat lebih dari perkiraan pada bulan April dan kenaikan upah tahunan turun di bawah 4,0% untuk pertama kalinya dalam hampir tiga tahun, karena tanda-tanda melemahnya pasar tenaga kerja meningkatkan optimisme bahwa bank sentral AS dapat merancang kebijakan yang lunak.
Pasar sekarang memperkirakan pemotongan sebesar 45 basis poin tahun ini, dengan penurunan suku bunga pada bulan November sudah diperhitungkan sepenuhnya.
The Fed mempertahankan suku bunga tetap stabil pada akhir pertemuan kebijakan moneternya minggu lalu, tetapi mengisyaratkan The Fed masih cenderung untuk menurunkan suku bunga, bahkan jika hal tersebut mungkin memakan waktu lebih lama dari perkiraan semula.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan perekonomian Indonesia pada kuartal pertama 2024 mencapai 5,11% (year on year/yoy). Pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kuartal IV.2023 sebesar 5,04%.
Pertumbuhan ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga, momentum Lebaran dan Pemilu 2024.
Pergeseran bulan Ramadan yang jatuh pada kuartal I/2024 menyebabkan efek low-base, yang berkontribusi pada pertumbuhan yang lebih tinggi.
Selain itu, peningkatan pengeluaran terkait dengan pemilihan presiden 2024 juga semakin mendorong pengeluaran pemerintah dan lembaga non-profit yang melayani rumah tangga, termasuk partai politik.