Bisnis.com, JAKARTA -- Pasar domestik perdagangan mata uang rupiah akan kembali dibuka pada besok, Selasa (16/4/2024) setelah libur lebaran. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diproyeksi jeblok saat pembukaan pasar tersebut.
Berdasarkan laporan Bloomberg, nilai tukar rupiah tampaknya akan siap melemah hingga menembus level 16.000 per dolar ketika pasar dibuka kembali pada besok. Adapun, fluktuasi nilai mata uang rupiah itu akan mengikuti pelemahan di pasar non-deliverable forward (NDF) luar negeri.
Menjelang libur lebaran (5/4/2024), rupiah memang sempat ditutup menguat 44 poin atau 0,28% ke Rp15.848.
Namun, pada saat pasar domestik libur, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masuk ke dalam tren melemah. Mengacu data Google Finance, rupiah bahkan bercokol di level Rp16.059 per dolar AS pada hari ini, Senin (15/4/2024). Rupiah mulai menyentuh level Rp16.000 pada perdagangan pekan lalu (10/4/2024).
Adapun, jika ditarik mundur mengacu data Google Finance, nilai tukar rupiah terhadap dolar sempat menembus Rp16.000 pada 3 April 2020. Kala itu nilai tukar mata uang Indonesia menembus Rp16.300 per dolar AS.
Kemudian, terjadi berbagai dinamika pada saat momen libur lebaran yang memengaruhi pergerakan rupiah. "Penurunan nilai tukar rupiah terjadi lebih karena faktor pelemahan mata uang regional terhadap dolar AS, dibandingkan faktor domestik,” kata Macro Strategist DBS Bank Ltd. di Singapura Wei Liang Chang dikutip dari Bloomberg pada Senin (15/4/2024).
Baca Juga
Pergerakan mata uang regional itu dipengaruhi oleh sentimen pasar keuangan yang saat ini sedang mengantisipasi bahwa The Fed akan menunda kebijakan pemangkasan suku bunga hingga September 2024 mendatang. Selain itu, terjadi kondisi geopolitik yang panas, yakni konflik Iran dan Israel.
Head of Asean Currency Strategy Royal Bank of Canada di Singapura Alvin Tan menilai pelemahan rupiah akan memberikan tekanan pada Bank Indonesia (BI) untuk meningkatkan intervensi. BI menghadapi tekanan untuk mendukung rupiah di tengah berlanjutnya penguatan dolar dan arus keluar modal asing.
“Jika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menembus angka Rp16.000 pada saat pertemuan BI, saya mengharapkan respons dari BI melampaui intervensi,” kata Alvin.
Sebelumnya, Chief Economist Citibank, N.A., Indonesia (Citi Indonesia) Helmi Arman mengatakan melemahnya rupiah terjadi saat dolar AS sedang perkasa terhadap mata uang lainnya. Adapun, perkasanya dolar AS terjadi di tengah ketidakpastian penurunan suku bunga acuan The Fed.
Helmi memproyeksikan dengan tren lemahnya rupiah yang disebabkan kuatnya dolar, maka rupiah bisa kembali bangkit pada pertengahan tahun ini.
"Diperkirakan penguatan rupiah terjadi jika The Fed memulai penurunan suku bunganya. Kami memperkirakan [suku bunga] The Fed turun Juni," kata Helmi dalam konferensi pers pada beberapa waktu lalu (2/4/2024).
Penurunan suku bunga acuan The Fed itu terjadi dengan asumsi kondisi ketenagakerjaan di AS yang semakin lemah.
Meski begitu, pada akhir tahun kondisi rupiah diproyeksikan akan kembali menghadapi tantangan. "Menjelang akhir 2024 ada faktor risiko lagi, terjadinya pemilu di AS," kata Helmi.
Menurut Helmi, banyak anggapan bahwa mantan Presiden AS Donald Trump akan kembali bertarung dan dengan popularitasnya yang tinggi, akan memenangkan pilpres di AS.
"Menurut analisis Citi, kalau Trump terpilih lagi, maka ini akan positif terhadap kekuatan dolar AS. Kalau dolar AS menguat lagi terhadap mata uang negara lain secara umum, RI harus waspada lagi," jelas Helmi.