Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) meminta kepada para penjamin pelaksana emisi efek atau underwriter untuk lebih objektif dalam menentukan harga penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO) saham sebagai bentuk perlindungan terhadap investor.
Pasalnya, sejauh ini ada banyak emiten yang melantai di Bursa namun performa sahamnya mayoritas menurun sehingga berisiko merugikan para investor saham.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan pihaknya telah menggandeng Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI), akan meminta para underwriter untuk lebih objektif dalam menentukan harga IPO emiten yang diboyong ke lantai Bursa.
Selama ini, penentuan harga IPO dilakukan dengan proses bookbuilding, dengan cara mengumpulkan minat beli dari calon investor. Rentang harganya ditentukan antara perusahaan dan underwriter.
Rentang harga itu ditentukan dari berbagai variabel, antara lain dari nilai perusahaan berdasarkan proyeksi perfoma perusahaan pasca-IPO dibandingkan sebelum IPO, dari performa dan kinerja perusahaan sejenis, baik bidang dan size, dan lain sebagainya.
"Maka untuk itu diperlukan analisa dan riset yang memadai yang dapat mencerminkan tidak hanya nilai perusahaan sekarang tapi juga nilai di masa mendatang," ujar Nyoman dalam keterangan tertulis dikutip Kamis, (4/1/2024).
Baca Juga
Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini BEI mewajibkan perusahaan sekuritas sebagai underwriter untuk mempublikasikan equity research report atas emiten baru yang dibawanya tersebut sekurang-kurangnya dua kali dalam periode 12 bulan sejak emiten tersebut mulai tercatat di Bursa.
Hal itu dalam rangka meningkatkan perlindungan kepada investor serta meningkatkan edukasi kepada publik mengenai dasar penilaian harga saham perusahaan yang baru tercatat. Nantinya, publik dapat melihat dokumen equity research report tersebut pada situs resmi BEI.
"Dengan kewajiban mendokumentasikan hasil analisa dan riset dalam bentuk Equity Research Report ini, diharapkan dapat menjadi rujukan yang resmi dalam menilai harga yang wajar bagi suatu saham," kata Nyoman.
Sebagai informasi, saat ini terdapat 30 calon emiten yang mengantre di pipeline BEI untuk menggelar IPO tahun ini. Sebanyak 9 perusahaan di antaranya memiliki aset jumbo di atas Rp250 miliar, sebanyak 19 lainnya perusahaan beraset skala menengah Rp50 miliar-Rp250 miliar, dan 2 sisanya beraset kecil di bawah Rp50 miliar.
Adapun, pada 2024 BEI menargetkan setidaknya terdapat 62 emiten yang melakukan aksi korporasi pencatatan saham perdana atau IPO. Sedangkan hingga 29 Desember 2023, terdapat 79 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI dengan dana yang dihimpun Rp54,14 triliun.