Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meramal Arah Harga Emas usai Tembus Rekor Tertinggi Sepanjang Masa

Harga emas turun dari level tertinggi sepanjang masanya, namun masih berada di atas level support utama US$2.000 per troy ounce.
Ilustrasi logam mulia emas. - Bloomberg/Michaela Handrek-Rehle
Ilustrasi logam mulia emas. - Bloomberg/Michaela Handrek-Rehle

Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas turun dari level tertinggi sepanjang masanya di atas US$2.100 per troy ounce. Meskipun begitu, emas masih bertahan di atas level US$2.000.

Berdasarkan data Bloomberg pada Selasa (5/12/2023), harga emas di pasar spot terpantau menguat 0,44% atau 9 poin ke US$2.038,42 per troy ounce pada pukul 07.50 WIB. Harga emas sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di US$2.135 per troy ounce pada Senin.

Sementara itu, harga emas berjangka Comex kontrak Februari 2024 terpantau menguat 0,71% atau 14,6 poin ke posisi US$20.56,80 per troy ounce. Harga emas Comex turun dari level tertinggi sepanjang masa US$2.152,30 per troy ounce.

Lonjakan harga emas ke level tertingginya didorong oleh komentar Ketua Dewan Gubernur Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell pekan lalu yang ditafsirkan sebagai sinyal menuju penurunan suku bunga.

Sinyal ini mendorong penurunan dolar AS dan imbal hasil obligasi Treasury AS. Namun, pasar saat ini memandang ekspektasi pemangkasan suku bunga the Fed berlebihan, seperti yang diungkapkan oleh Goldman Sachs. Pandangan tersebut bertepatan dengan kenaikan imbal hasil obligasi dan dolar AS menjelang akhir hari Senin.

Logam mulia biasanya memiliki hubungan terbalik dengan imbal hasil obligasi. Saat imbal hasil naik, emas biasanya turun karena kenaikan suku bunga menawarkan alternatif yang lebih menarik daripada emas yang tidak memiliki return. Di sisi lain, emas akan naik saat suku bunga turun.

Kepala analis komoditas global TD Securities Bart Melek mengatakan bahwa mungkin saat ini masih terlalu dini untuk beranggapan bahwa The Fed akan melakukan perubahan kebijakan dan akan memicu tren penurunan kurva imbal hasil obligasi.

"Mengingat semua data ekonomi yang ada, belum tentu The Fed siap untuk ’menarik pelatuk’ dan menurunkan suku bunga," ungkap Melek seperti dikutip Bloomberg, Selasa (5/12/2023).

Dia melanjutkan saat ini aksi borong emas sudah mulai kehilangan momentum setelah logam mulia ini mencapai rekor tertingginya.

Beberapa analis berpendapat bahwa lonjakan emas ke rekor tertinggi terlalu berlebihan. Harga emas Comex sempat melemah hingga US$2.020,2 per troy ounce pada Senin.

Secara teknikal, analis Kitco Jim Wyckoff mengatakan, harga emas berjangka mengalami aksi jual yang tajam dan mencatat "key reversal” bearish secara pada grafik harian.

“Ini adalah salah satu petunjuk grafik bahwa sentimen bullish telah kehabisan bahan bakar dan bahwa puncak pasar jangka pendek telah terjadi,” tulis Wyckoff seperti dikutip Kitco News.

Di sisi lain, di amengatakan sentimen bullish masih memiliki keunggulan teknikal jangka pendek secara keseluruhan. Harga berada dalam tren naik selama dua bulan pada grafik harian.

Wyckoff mengatakan target harga bullish berikutnya adalah penutupan di atas level resisten pada rekor tertinggi di US$2,152.30. Di sisi lain, target harga bearish berikutnya berada di bawah support teknis yang solid di US$2.000,00.

”Resisten pertama terlihat di US$2.075,00 dan kemudian di level tertinggi minggu lalu di US$2.095,70. Support pertama terlihat di US$2,030.00 dan kemudian di US$2,015.00,” pungkasnya.

Sementara itu, analis pasar senior Oanda Asia Pacific Pte Ltd mengatakan penurunan tajam harga emas setelah mencapai level tertinggi lebih didorong oleh order stop loss. Dia juga mengingatkan adanya tren penurunan jangka pendek.

Di sisi lain, harga emas telah didukung oleh beragam faktor, mulai dari gelombang aksi beli oleh pemerintah dan bank sentral hingga ketidakpastian geopolitik, dengan 41% populasi dunia akan mengikuti pemilihan umum tahun depan, termasuk di Indonesia.

Manajer portofolio Tiberius Group AG Jo Harmendjian mengatakan emas menjadi jawaban untuk banyak hal saat ini, termasuk inflasi yang terus berlanjut, penurunan suku bunga, atau ketidakpastian terkait perang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper