Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat terdapat 27 perusahaan yang berada dalam antrean penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) per 12 Agustus 2023. Oleh karena itu, pencatatan emiten baru berpotensi mencapai 90 perusahaan pada tahun ini.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan sampai 11 August 2023, telah tercatat 63 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI, dengan dana dihimpun Rp49,2 triliun. Di sisi lain, ada 27 perusahaan yang masuk dalam pipeline IPO Bursa.
Dengan antrean ini, pencatatan emiten baru 2023 berpotensi mencapai 90 perusahaan tercatat jika 27 perusahaan tersebut melakukan IPO tahun ini.
"Hingga saat ini, terdapat 27 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI," kata Nyoman, Sabtu (12/8/2023).
Dia memerinci, dari 27 perusahaan tersebut, sebanyak 7 perusahaan merupakan perusahaan dengan aset skala besar dengan nilai lebih dari Rp250 miliar.
Lalu sebanyak 16 perusahaan dengan aset skala menengah, dengan jumlah aset antara Rp50 miliar hingga Rp250 miliar. Sisanya 4 perusahaan kecil dengan aset kurang dari Rp50 miliar.
Baca Juga
Berdasarkan sektornya, perusahaan-perusahaan tersebut datang dari berbagai macam sektor, dengan paling banyak datang dari perusahaan consumer non-cyclicals sebanyak 7 perusahaan.
Lalu, 2 perusahaan basic materials, 6 perusahaan sektor consumer cyclicals, 2 perusahaan energy, 3 perusahaan healthcare, dan 1 perusahaan industrials.
Kemudian 1 perusahaan infrastructures, 1 perusahaan properti dan real estate, 2 perusahaan sektor teknologi, dan 2 perusahaan transportasi dan logistik.
BEI juga mengemukakan rekor IPO sejauh ini dipegang oleh tahun 1990 ketika 66 perusahaan menggelar IPO. Artinya, ada potensi pada 2023 jumlah perusahaan IPO mencapai rekor terbaru.
Selain itu, hingga saat ini BEI mencatat telah diterbitkan sebanyak 70 emisi obligasi dari 49 penerbit EBUS, dengan dana yang dihimpun Rp79,6 triliun. Sampai 12 Agustus 2023, terdapat 15 emisi dari 9 penerbit EBUS yang berada dalam pipeline.
Adapun untuk rights issue, terdapat 26 perusahaan tercatat yang telah menerbitkan rights issue dengan total nilai Rp36,1 triliun. Hingga saat ini, masih terdapat 24 perusahaan tercatat dalam pipeline rights issue BEI.
Juara Asia Tenggara
Pasar Modal Indonesia memperingati hari ulang tahun ke-46 pada Kamis, (10/8/2023). Tren pencatatan pendana saham atau IPO di Bursa Efek Indonesia pun menjadi yang terbesar di Asia Tenggara (Asean) seolah menjadi kado momen tersebut.
Berdasarkan data Deloitte, sepanjang semester I/2023 telah tercatat sebanyak 85 perusahaan IPO di kawasan Asean, yang meliputi negara-negara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Vietnam. Total dana yang dihimpun tembus US$3,3 miliar atau sekitar Rp50,17 triliun (asumsi kurs Rp15.205 per dolar AS).
Dari keenam negara di Asean tersebut, kapitalisasi pasar IPO tembus sekitar US$20,01 miliar atau Rp305,62 triliun. Adapun, Indonesia menyumbang 70 persen perusahaan IPO di Asean, disusul Thailand sebesar 16 persen, Malaysia 11 persen, Filipina 2 persen, Singapura 1 persen, dan Vietnam di bawah 1 persen.
Indonesia juga menyumbang 4 dari 10 perusahaan yang menjadi IPO terbesar di Asia Tenggara sepanjang semester I/2023. Di peringkat pertama ada PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL), atau Harita Nickel pada 12 April 2023. Harita Nickel telah berhasil menghimpun dana sebesar US$650 juta atau sekitar Rp9,8 triliun.
Di peringkat kedua ada IPO PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA) pada 18 April 2023. Emiten nikel terafiliasi konglomerat Garibaldi Thohir itu meraih dana IPO Rp9,2 triliun, lebih besar dari rencana awal Rp7,95 triliun.
Selanjutnya di urutan ketiga terbesar yakni PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) yang listing pada 24 Februari 2023 yang meraih dana jumbo Rp9,05 triliun. Disusul emiten kendaraan listrik Grup Bakrie, PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk. (VKTR) yang menduduki posisi ke-8 terbesar dengan raihan dana IPO Rp875 miliar.
Tim riset Deloitte mengatakan Indonesia akan memiliki tahun terbaiknya pada 2023 dalam hal pencatatan saham perdana di pasar modal. Hal itu didukung dari melantainya beberapa emiten besar dengan sektor terintegrasi seperti pertambangan nikel, operator pembangkit listrik tenaga panas bumi, hingga perusahaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
"Landasan kebijakan ekonomi Presiden Joko Widodo untuk memacu industri Indonesia dapat dijelaskan dalam dua hal, yaitu mengubah Indonesia menjadi pusat rantai pasokan EV global yang kuat dan memonetisasi aset komoditas milik negara," tulis Tim Riset Deloitte sebagai salah satu kantor akuntan Big Four tersebut.
Prospek pertumbuhan positif di Asia Tenggara dengan kondisi makro ekonomi yang stabil dan demografi yang sehat menjadi peluang menarik bagi investor asing untuk meramaikan pasar modal, terutama di Indonesia.
Meskipun demikian, pasar modal Indonesia dan negara-negara Asean lainnya masih dibayangi ketidakstabilan geopolitik, kenaikan inflasi dan suku bunga, dan juga perang Rusia dan Ukraina yang masih berkecamuk.
"Sementara pasar IPO Indonesia akan tetap panas untuk jangka waktu saat ini, sensitif terhadap perubahan potensial dalam kebijakan pemerintah Indonesia karena investor dapat mengadopsi pendekatan wait and see menjelang pemilu," pungkasnya.