Bisnis.com, JAKARTA — Pasar Modal Indonesia tengah memperingati hari ulang tahun ke-46 hari ini, Kamis, (10/8/2023). Tren pencatatan pendana saham (Intial Public Offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia pun menjadi yang terbesar di Asia Tenggara (Asean).
Berdasarkan data Deloitte dikutip Kamis, (10/8/2023), sepanjang semester I/2023 telah tercatat sebanyak 85 perusahaan IPO di kawasan Asean, yang meliputi negara-negara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Vietnam. Total dana yang dihimpun tembus US$3,3 miliar atau sekitar Rp50,17 triliun (asumsi kurs Rp15.205 per dolar AS).
Dari keenam negara di Asean tersebut, kapitalisasi pasar IPO tembus sekitar US$20,01 miliar atau Rp305,62 triliun. Adapun, Indonesia menyumbang 70 persen perusahaan IPO di Asean, disusul Thailand sebesar 16 persen, Malaysia 11 persen, Filipina 2 persen, Singapura 1 persen, dan Vietnam di bawah 1 persen.
Indonesia juga menyumbang 4 dari 10 perusahaan yang menjadi IPO terbesar di Asia Tenggara sepanjang semester I/2023. Di peringkat pertama ada PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL), atau Harita Nickel pada 12 April 2023. Harita Nickel telah berhasil menghimpun dana sebesar US$650 juta atau sekitar Rp9,8 triliun.
Di peringkat kedua ada IPO PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA) pada 18 April 2023. Emiten nikel terafiliasi konglomerat Garibaldi Thohir itu meraih dana IPO Rp9,2 triliun, lebih besar dari rencana awal Rp7,95 triliun.
Selanjutnya di urutan ketiga terbesar yakni PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) yang listing pada 24 Februari 2023 yang meraih dana jumbo Rp9,05 triliun. Disusul emiten kendaraan listrik Grup Bakrie, PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk. (VKTR) yang menduduki posisi ke-8 terbesar dengan raihan dana IPO Rp875 miliar.
Baca Juga
Tim riset Deloitte mengatakan Indonesia akan memiliki tahun terbaiknya pada 2023 dalam hal pencatatan saham perdana di pasar modal. Hal itu didukung dari melantainya beberapa emiten besar dengan sektor terintegrasi seperti pertambangan nikel, operator pembangkit listrik tenaga panas bumi, hingga perusahaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
"Landasan kebijakan ekonomi Presiden Joko Widodo untuk memacu industri Indonesia dapat dijelaskan dalam dua hal, yaitu mengubah Indonesia menjadi pusat rantai pasokan EV global yang kuat dan memonetisasi aset komoditas milik negara," tulis Tim Riset Deloitte sebagai salah satu kantor akuntan Big Four tersebut.
Prospek pertumbuhan positif di Asia Tenggara dengan kondisi makro ekonomi yang stabil dan demografi yang sehat menjadi peluang menarik bagi investor asing untuk meramaikan pasar modal, terutama di Indonesia.
Meskipun demikian, pasar modal Indonesia dan negara-negara Asean lainnya masih dibayangi ketidakstabilan geopolitik, kenaikan inflasi dan suku bunga, dan juga perang Rusia dan Ukraina yang masih berkecamuk.
"Sementara pasar IPO Indonesia akan tetap panas untuk jangka waktu saat ini, sensitif terhadap perubahan potensial dalam kebijakan pemerintah Indonesia karena investor dapat mengadopsi pendekatan wait and see menjelang pemilu," pungkasnya.