Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah saham emiten sawit dan CPO seperti AALI, TAPG, LSIP keluar dari Indeks IDX80 kendati harga komoditas tersebut sedang dalam fase bullish.
Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melakukan evaluasi atas sejumlah indeks, termasuk Indeks LQ45, IDX30 dan IDX80. Penerapan indeks baru berlaku pada Agustus 2023 sampai dengan Januari 2024.
Berikut Daftar Saham Keluar-Masuk Indeks LQ45, IDX30, IDX80
IDX30
Masuk: AKRA
Keluar: TBIG
LQ45
Masuk: GGRM, MAPI
Keluar: JPFA, TINS
IDX80
Masuk: BTPS, JKON, OMED, PNBN
Keluar: AALI, LSIP, TAPG, WSKT
Menariknya, saham yang keluar dari IDX80 mayoritas merupakan emiten sawit dan CPO, yakni PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI), PT PP London Sumatera Tbk. (LSIP), dan PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG). Padahal, harga CPO global sedang dalam fase bullish di atas 4.000 ringgit Malaysia per ton.
Baca Juga
Harga kontrak CPO berjangka di Bursa Malaysia sempat naik level tertinggi dalam 5 bulan sebesar 4.164 ringgit per ton yang dicapai pada perdagangan Senin (24/7/2023). Meskipun pada perdagangan Selasa (25/7/2023) harga CPO terkoreksi, tetapi masih bertahan di atas level psikologis.
Kontrak CPO teraktif turun 2,26 persen ke level 4.070 ringgit per ton kemarin, mengikuti penurunan minyak nabati lainnya karena para investor melakukan aksi ambil untung dari kenaikan harga komoditas pertanian global baru-baru ini.
Dukungan untuk harga CPO diantaranya dari data ekspor Malaysia yang dikemukakan berbagai lembaga survei kargo. Mereka melaporkan bahwa ekspor Malaysia meningkat sebesar 10 persen—19 persen selama 20 hari pertama Juli 2023.
Terpisah, data industri dari produsen CPO terbesar, Indonesia, menunjukkan bahwa ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya mencapai 2,23 juta ton pada Mei 2023, dibandingkan hanya 763.000 ton pada bulan yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, El Nino yang sebelumnya digembar-gemborkan akan mempengaruhi hasil panen sawit, kemungkinan hanya punya efek sedang.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa El Nino akan mencapai puncaknya pada Agustus—September. Fenomena ini diprediksi akan berintensitas lemah hingga moderat dan dapat berdampak pada ketersediaan air serta produktivitas pangan.
Walau begitu, menurut Dwikorita, posisi geografis dan topografi Indonesia menyebabkan kemungkinan adanya perbedaan kondisi cuaca di berbagai wilayah. Ini bisa menyebabkan satu wilayah mungkin mengalami kekeringan, sementara tetangganya mengalami banjir atau bencana hidrometeorologi.
Analis PT Korea Investment and Sekuritas Indonesia Nicholas Kevin M dan Edward Tanuwijaya dalam riset terbarunya mengatakan produksi sawit tahun ini tidak akan mengalami penurunan yang parah jika merujuk pada apa yang disampaikan oleh BMKG.
Secara historis, katanya, efek El Nino pada produksi sawit memerlukan waktu 6—12 bulan, tergantung pada intensitas dan berulangnya peristiwa fenomena cuaca tersebut. Oleh karena itu, mereka meyakini bahwa produksi minyak kelapa sawit untuk paruh kedua 2023 akan tetap kuat.
Di sisi lain, permintaan yang rapuh diperkirakan akan meningkat pada semester kedua. “Perkembangan terbaru telah menyebabkan peningkatan signifikan dalam perbedaan harga antara CPO dan minyak kedelai, didorong oleh kenaikan harga minyak kedelai akibat kekhawatiran pasokan akibat produksi kedelai yang terdampak kekeringan di Argentina,” katanya dalam riset.
Sementara itu, Indeks IDX80 pada Selasa (25/7/2023) berada di level 133,18, menguat 2,03 persen sepanjang 2023. Pertumbuhan Indeks IDX80 melampaui IHSG, yang naik 0,98 persen ke 6.917,71 sepanjang tahun berjalan.