Bisnis.com, JAKARTA — Penerbitan surat utang korporasi turun sebesar 36,8 persen secara tahunan sepanjang semester I/2023. Total surat utang yang terbit secara nasional dalam kurun Januari—Juni 2023 bernilai Rp45,98 triliun, sementara pada semester I/2022 mencapai Rp72,73 triliun.
“Terlihat ada penurunan cukup jauh dibandingkan dengan semester I/2022. Penurunan hampir 37 persen,” kata Direktur PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Irmawati dalam konferensi pers secara daring, Jumat (7/7/2023).
Meskipun terjadi penurunan, Irmawati menjelaskan sejatinya nilai surat utang yang akan diterbitkan dan telah memperoleh pemeringkatan dari Pefindo hingga akhir Juni 2023 mencapai Rp61,30 triliun. Mandat terbesar berasal dari 23 perusahaan non-BUMN dengan nilai Rp36,64 triliun dan sisanya dari BUMN serta anak perusahaannya senilai Rp24,66 triliun.
“Beberapa sudah terbit dan lainnya masih menunggu status efektif dari Otortitas Jasa Keuangan atau ada yang menunda menunggu kondisi pasar yang lebih baik,” paparnya.
Berdasarkan sektor usaha, multifinance menjadi yang paling banyak melakukan penerbitan dengan nilai Rp15,11 triliun. Kemudian disusul sektor telekomunikasi Rp6,48 triliun dan lembaga keuangan khusus Rp6 triliun.
Ekonom Pefindo Suhindarto mengatakan penurunan penerbitan surat utang sejalan dengan tren berkurangnya nilai surat utang jatuh tempo. Di sisi lain, nilai penerbitan per bulan cenderung lebih rendah daripada nilai jatuh tempo.
Baca Juga
Sebagai contoh, nilai penerbitan per bulan selama kurun Januari—Juni 2023 adalah Rp4,24 triliun hingga Rp12,07 triliun. Di sisi lain, nilai jatuh tempo per bulan berada di rentang Rp1,15 triliun hingga Rp15,29 triliun.
“Salah satu penyebabnya adalah tingkat suku bunga yang relatif lebih tinggi,” katanya.
Suku bunga acuan pada awal 2022 tercatat sebesar 3,50 persen, sementara pada awal 2023 mencapai 5,75 persen. Suku bunga acuan yang lebih tinggi akan menghasilkan kupon yang lebih besar dan hal ini membuat biaya penerbitan surat utang korporasi relatif lebih tinggi.
Sektor perbankan menjadi sektor dengan nilai surat utang jatuh tempo terbesar kedua sepanjang 2023. Namun, sektor ini justru sedikit melakukan penerbitan yakni Rp600 miliar selama semester I/2023. Suhindarto mengatakan hal ini disebabkan oleh kondisi likuiditas perbankan yang masih cukup tinggi, sementara penyaluran kreditnya mulai menurun.
“Sehingga mereka belum terlalu membutuhkan pendanaan baru kembali,” katanya.