Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) mempertahankan peringkat utang atau Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada Selasa, 4 Juli 2023.
Hal tersebut mencerminkan keyakinan S&P terhadap keberlanjutan pemulihan ekonomi Indonesia dalam dua tahun ke depan, yang dapat mendorong kinerja fiskal dan stabilisasi utang. Tentunya, hal tersebut juga berdampak pada performa pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Ekonom KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan pasar SBN masih berpeluang reli, terutama dengan outlook stabil menandakan kepercayaan kuat terhadap ekonomi Indonesia, serta defisit fiskal RI yang relatif lebih baik dari negara-negara lain.
Baca Juga
"Melihat kondisi fiskal yang juga masih cukup kuat hingga Mei 2023 masih surplus 0,98 persen dari PDB saya pikir pasar SBN Indonesia masih sangat bagus untuk menunjang kinerjanya, jadi masih ada peluang reli untuk pasar SBN," ujar Fikri kepada Bisnis pada Kamis, (6/7/2023).
Dari sisi fiskal, S&P memandang bahwa konsolidasi fiskal yang lebih cepat berdampak pada penurunan defisit fiskal Indonesia menjadi di bawah 3 persen dari PDB satu tahun lebih cepat dari target.
Defisit fiskal tercatat 2,4 persen dari PDB pada 2022, jauh lebih rendah dari 2021 yang mencapai 4,7 persen dari PDB. S&P memperkirakan defisit fiskal pada 2023 akan kembali turun menjadi sekitar 2,3 persen dari PDB, didukung oleh penerimaan yang lebih tinggi dan belanja Pemerintah yang terkendali.
Kendati demikian, menurutnya yang menjadi catatan adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, mengingat risalah The Fed yang masih akan menaikkan suku bunga pada pertemuan bulan ini.
Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memiliki sekitar 88 persen kemungkinan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin lagi pada pertemuan Juli, menurut data dari CME FedWatch Tool pada Rabu (5/7) sore.
"Jadi kemungkinan spread antara interest rate Indonesia dengan The Fed yang lebih mengecil, sehingga akan mendorong adanya volatilitas finansial global. Catatan lainnya adalah bagaimana mendorong aset kita agar masih cukup menarik di mata investor global, mungkin salah satunya dari yield SUN," kata Fikri.
Senada, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan para investor menilai pasar SBN Indonesia masih cukup kuat ditopang dengan likuiditas dalam negeri yang masih sangat baik.
"Kondisi makroekonomi kita yang cukup stabil dan komitmen terhadap pembayaran kewajiban baik bunga dan pokok, membuat kepercayaan investor tetap terjaga," kata Ramdhan kepada Bisnis.
Meskipun begitu, Ramdhan mengatakan investor asing masih belum bisa diharapkan untuk masuk kembali ke pasar SBN RI dalam jumlah besar, mengingat kondisi ketidakpastian global yang masih cukup tinggi, terutama terkait suku bunga dan inflasi.
"Dengan penerbitan yang terbatas, instrumen ini akan semakin menjadi 'rebutan' para investor. Yield yang didapat masih cukup menarik bila dibandingkan dengan instrumen lain di pasar global menjadikan SBN tetap jadi favorit," jelasnya.
Dia bilang, sangat mungkin imbal hasil SBN menyentuh 6 persen hingga akhir 2023, mengingat demand di pasar yang masih cukup baik didukung likuiditas yang tinggi.
"Seri yang akan diburu investor yakni tenor 5 dan 10 tahun. Industri perbankan masih menjadi investor yang dominan di pasar SBN, karena mereka masih membutuhkan instrumen ini untuk portofolio mereka, sehingga kewajiban ke pihak ketiga bisa optimal," pungkas Ramdhan.