Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inbreng Saham Waskita Karya (WSKT) ke Hutama Karya Tepatkah?

Rencana Kementerian BUMN untuk melakukan inbreng atau pengalihan saham pemerintah dari PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) kepada PT Hutama Karya (Persero).
Karyawan beraktivitas disekitar logo PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), Jakarta, Selasa (11/10/2022). Bisnis/Abdurachman
Karyawan beraktivitas disekitar logo PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), Jakarta, Selasa (11/10/2022). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Rencana Kementerian BUMN untuk melakukan inbreng atau pengalihan saham pemerintah dari PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) kepada PT Hutama Karya (Persero) dinilai kurang tepat untuk menjawab permasalahan dari emiten plat merah tersebut.

Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan sejatinya konsolidasi suatu perusahaan kepada perusahaan lainnya bertujuan untuk efektivitas dan efisiensi seperti untuk struktur organisasi dan sumber daya manusia (SDM).

Meski demikian, dia menilai langkah inbreng tersebut kurang tepat untuk menjadi solusi dari permasalahan yang dialami oleh Waskita. Hal ini lantaran Waskita masih mengalami rugi yang signifikan ditambah nilai utang, dan kewajiban yang tinggi.

Selain itu, Waskita juga membutuhkan modal kerja yang besar. Dia lantas mengatakan inbreng hanya sebuah usaha untuk mengeluarkan status BUMN Waskita menjadi anak usaha BUMN. Hal ini lantas membuat Waskita dapat memperoleh pendanaan dengan menggunakan buku Hutama Karya.

Adapun adanya inbreng dinilai akan membuat nilai atau performa kinerja keuangan Hutama Karya kian menurun. Di satu sisi, rasio utang dan juga beban keuangan Hutama Karya akan meningkat secara konsolidasi.

“Namun, karena Hutama Karya adalah perusahaan yang 100 persen dimiliki pemerintah tentu tidak akan banyak sorotan,” ujar Alfred kepada Bisnis, Selasa (6/6/2023).

Lebih lanjut, dia mengatakan kondisi keuangan Hutama Karya juga tidak jauh berbeda dengan Waskita. Hal ini tercermin dari rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk Hutama Karya yang mencapai Rp1,44 triliun sepanjang 2022. 

Laba usaha Hutama juga disebut masih belum bisa memenuhi beban keuangannya. Per 31 Desember 2022, Hutama Karya mencatatkan laba usaha sebesar Rp2,33 triliun dengan beban keuangan mencapai Rp3,1 triliun. 

Setelah dikurangi berbagai beban lainnya yang diefisienkan, Hutama Karya mencatatkan rugi berjalan sebesar Rp1,44 triliun.

Hanya saja, rasio utang Hutama Karya disebut lebih baik dengan Debt-to-Equity Ratio (DER) yang mencapai 0,84 kali pada tahun buku 2022. Sementara DER Waskita berada di posisi 5,9 kali.

“Pelaksanaan inbreng tentu bukan solusi dalam hal isu pengelolaan BUMN yang saat ini menjadi isu penting,” katanya.

Secara terpisah, Associate Director BUMN Research Group Lembaga Management Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan langkah inbreng tersebut dilatarbelakangi oleh kesamaan lini bisnis antara Hutama dengan Waskita sehingga menjadi alternatif untuk meningkatkan daya saing BUMN karya.

Adanya inbreng tersebut dinilai akan membuat aset dan ekuitas Hutama yang meningkat sehingga terlihat baik pada saat melakukan negosiasi dengan pada kreditur. Selain itu, spesialisasi antara Hutama dengan Waskita dapat difokuskan sehingga meningkatkan efisiensi.

“Namun, dalam jangka pendek ini restrukturisasi utang Waskita perlu menjadi prioritas. Kesepakatan dengan kreditur harus cepat dilaksanakan,” ujar Toto kepada Bisnis, Selasa (6/6/2023).

Secara jangka panjang, Waskita dinilai perlu memperbaiki struktur keuangan dengan meningkatkan jumlah porsi ekuitas sehingga terjadi keseimbangan dengan unsur pembiayaan dari utang.

Selain itu, jika penyertaan modal negara (PMN) dari pemerintah terbatas, maka Waskita dapat mengambil opsi untuk mengundang investor strategis atau atau memanfaatkan Lembaga Pengelola Investasi (LPI).

Sementara dari sisi Hutama dinilai perlu fokus untuk menyelesaikan pembangunan Tol Trans Sumatera yang membutuhkan investasi besar. Fokus pembangunan ini membuat Hutama dinilai tidak mungkin untuk menyisipkan ekuitasnya untuk restrukturisasi Waskita.

Selain itu, tingginya beban utang dari Waskita membuat Hutama perlu melakukan percepatan divestasi aset Waskita, serta mengupayakan PMN untuk penyehatan Waskita.

“Apabila restrukturisasi atas Waskita bisa berhasil, maka potensi value creation buat peningkatan kinerja Hutama Karya juga besar,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper