Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah analis memandang positif prospek saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) atau Harita Nickel seiring dengan potensi pertumbuhan kinerja.
Pada perdagangan Jumat (14/4/2023), dua hari setelah listing, saham NCKL naik 1,86 persen atau 25 poin menjadi Rp1.370. Kapitalisasi pasarnya Rp86,45 triliun dengan valuasi PER 15,7 kali.
NCKL resmi mencatatkan saham perdana (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 12 April 2023 dengan melepas sebanyak 7,99 miliar saham atau setara dengan 12,67 persen dari modal ditempatkan dan disetor setelah Penawaran Umum Perdana Saham (initial public offering/IPO).
Dalam IPO ini, perseroan melepas saham tersebut dengan nominal Rp100 per saham dengan harga penawaran Rp 1.250 per saham sehingga meraih dana IPO Rp9,99 triliun.
Harga penawaran tersebut berada di rentang atas dari harga pada saat masa penawaran awal atau bookbuilding 15-24 Maret lalu di level Rp 1.220 – Rp1.250 per saham.
Analis MNC Sekuritas Alif Ihsanario menilai bahwa, secara valuasi harga penawaran NCKL tergolong murah dan cukup menarik.
Baca Juga
“Secara valuasi multiples PE kami nilai harga penawaran NCKL tersebut tergolong discounted, sekitar 16,7 kali untuk FY22 dengan asumsi laba bersih untuk FY22 mencapai Rp5,16 triliun,” kata Alif, dikutip Jumat (14/4/2023).
Lebih lanjut, pengembangan industri kendaraan listrik ditopang dengan momentum dan merupakan sebuah revolusi otomotif yang pasti terjadi dalam jangka panjang. Hal ini turut memberikan kontribusi positif bagi perusahaan.
“Kami memandang NCKL berpotensi merajai rantai pasok nikel Indonesia, karena memiliki keunggulan esensial yaitu mampu mempenetrasi rantai pasok nikel dari produk class II nikel seperti feronikel, hingga produk hilir prekursor baterai berupa nikel sulfat dan kobalt sulfat,” ujarnya.
Sebagai gambaran, lanjut Alif, produk nikel sulfat ini tinggal beberapa langkah lagi menjadi baterai kendaraan listrik, dapat diolah lebih lanjut menjadi nickel hydroxide yang merupakan katoda dalam baterai tipe NiMH, atau dapat diolah melalui proses purifikasi lanjutan untuk kemudian memperoleh katoda untuk baterai NMC maupun NCA.
“Oleh karena itu kami memandang potensi value derivation dari investasi proyek yang dilakukan NCKL sebagai menarik, meskipun untuk cash-in akan membutuhkan waktu beberapa tahun,” katanya.
Meski demikian, perkembangan ke depan perlu pemantauan lebih lanjut, karena pada dasarnya akan tergantung pada harga dari komoditas nikel.
Menurutnya, penyerapan nikel Indonesia dalam jangka waktu dekat-menengah akan lebih ditujukan ke pasar global. Oleh karena itu prospek emiten produsen nikel class II dan class I dapat ditinjau dari laju pengembangan industri EV dari konsumen-konsumen global, terutama China yang merupakan penggerak dan konsumen industri EV terbesar.
Sementara itu, dua analis PT Samuel Sekuritas Indonesia, Juan Harahap dan Abraham Gosal, dalam riset terbarunya mengatakan bahwa NCKL menargetkan bisa meningkatkan kapasitas produksi FeNi (feronikel) menjadi 219 kilo ton per annum (ktpa), proyek smelter Rotary-Kiln-Electric Furnace (RKEF 9 ktpa dan 185 ktpa pada kuartal II/2023 dan kuartal II/2025.
Sementara itu, pembangunan smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) dibagi menjadi tiga tahap di mana tahap pertama selesai, tahap kedua mulai produksi kuartal I/2023 dan tahap ketiga mulai meningkatkan kapasitas pada kuartal I/2024.
“Dengan asumsi semua proyek berjalan, NCKL akan menjadi salah satu produsen nikel rafinasi terbesar di Indonesia,” tulis keduanya dalam riset tersebut.
Direktur Utama Trimegah Bangun Persada Roy Arman Arfandy mengatakan dana IPO setelah dikurangi seluruh biaya-biaya emisi saham, akan dialokasikan seluruhnya untuk beberapa hal di antaranya untuk menopang bisnis anak usaha, modal kerja (working capital), dan membayar sejumlah kewajiban perusahaan.
Secara rinci, dana IPO sebanyak 50,4 persen untuk keperluan entitas anak dan entitas asosiasi yang akan disalurkan melalui setoran modal dan pinjaman dan 23,6 persen untuk pembayaran seluruh utang kepada Oversea-Chinese Banking Corporation Limited (OCBC) dan PT Bank OCBC NISP Tbk. (OCBC NISP).
Lainnya yakni 8,4 persen untuk pembayaran seluruh utang kepada PT Harita Jayaraya, 9,4 persen untuk pembayaran seluruh utang kepada PT Dwimuria Investama Andalan, 1,4 persen untuk pembayaran seluruh utang outstanding Fasilitas Term Loan 1 dan Fasilitas Term Loan 3 kepada OCBC NISP, dan 3,3 persen untuk belanja modal (capital expenditure), sisanya 3,5 persen akan digunakan untuk modal kerja.
“Sebagai perusahaan nikel murni dengan kemampuan hulu dan hilir dengan pengalaman operasional lebih dari 10 tahun di Pulau Obi, fokus kami adalah menjadi perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel yang terintegrasi. IPO adalah salah satu tonggak sejarah bagi perusahaan untuk terus bertumbuh,” katanya di Jakarta.
Saat ini, kegiatan operasi perseroan terdiri dari penambangan nikel hulu dan peleburan nikel hilir terutama berbasis di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, Indonesia. Perseroan memiliki dan mengoperasikan dua proyek pertambangan nikel laterit aktif seluas 5.523,99 hektare yang berlokasi di Kawai dan Loji, di Pulau Obi yang perseroan operasikan melalui dua konsesi pertambangan.
Perseroan juga memiliki dua konsesi pertambangan untuk dua prospek pertambangan nikel di Tabuji-Lauwi dan Jikodolong yang membentang seluas 3.660,24 hektare, juga terletak di Pulau Obi.
Per 30 September 2022, sumber daya mineral telah ditentukan dalam deposit yang terletak di dua proyek pertambangan aktif perseroan, Tambang Kawasi dan Tambang Loji, serta prospek Jikodolong perseroan yang sedang dikembangkan.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.