Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produk Reksa Dana Susut, Pandemi dan Kasus Jiwasraya-Asabri Disebut jadi Biang Kerok

Pandemi Covid-19 dan Kasus Jiwasraya-Asabri disebut sebagai penyebab menyusutnya jumlah produk reksa dana.
Warga mengakses informasi tentang reksa dana di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Warga mengakses informasi tentang reksa dana di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi dan terseretnya sejumlah manajer investasi dalam kasus mega korupsi Jiwasraya dan Asabri ditengarai menjadi penyebab turunnya sejumlah produk reksa dana baik secara tahunan maupun bulanan.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terdapat tiga jenis produk reksa dana yang mengalami penurunan cukup besar yakni, reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, dan reksa dana terproteksi.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan penurunan produk reksa dana, tak terlepas dari proses pemulihan industri ini.

OJK mencatat hingga 3 Februari 2023, jumlah produk reksa dana pendapatan tetap mencapai 306, turun 13 produk, dibandingkan dengan sepanjang tahun 2022 yang mencapai 319 produk.

Penurunan jumlah produk secara signifikan juga terjadi pada reksa dana terproteksi. Data OJK mencatat per 3 Februari 2023, produk reksa dana terproteksi mencapai 716, turun 64 produk dibandingkan dengan sepanjang tahun 2022 yang mencapai 780 produk.

Kemudian, reksa dana pasar uang juga mengalami penurunan dari 214 produk sepanjang 2022 menjadi hanya 209 produk pada Februari 2023.

Menurut dia, saat ini industri sedang dalam masa pembenahan setelah sejumlah manajer investasi, hingga produk dan aset dasar reksa dana terkena suspensi. Penyebab suspensi, salah satunya adalah kasus Jiwasraya dan Asabri. Seperti diketahui, sejumlah manajer investasi terjerat dalam dua kasus megakorupsi tersebut.

"Sebetulnya ada beberapa MI yang suspend karena kasus Jiwasraya dan Asabri kemarin, baik yang langsung maupun tidak langsung ada beberapa saham yang terisi di situ akhirnya bermasalah jadi valuasinya sudah enggak real jadi akhirnya ter-suspend dan mati suri produk itu," kata Ramdhan kepada Bisnis, dikutip Minggu (26/2/2023).

Ramdhan mengatakan pandemi juga menjadi salah satu penyebab turunnya sejumlah produk reksa dana. Menurut dia pandemi memberikan pukulan yang cukup telak terhadap industri reksa dana.

Lebih lanjut, Ramdhan mengungkapkan, ketatnya penerbitan reksa dana dan moratorium izin manajer investasi juga ikut menghambat pertumbuhan produk, dan industri reksa dana.

"Sekarang ini masa transisi pemulihan karena IHSG belum sepenuhnya pulih jadi untuk menerbitkan reksa dana baru lebih ketat. Sekarang MI baru saja enggak terbit izin MI baru belum dikeluarkan ini menghambat pertumbuhan industri," kata Ramdhan.

Sementara itu, Investment Analyst Infovesta Fajar Dwi Alfian mengungkapkan penurunan produk reksa dana lantaran terdapat sejumlah produk yang dibubarkan oleh OJK karena tidak memenuhi peraturan.

"Misalnya AUM [asset under management] di bawah Rp10 miliar selama periode yang ditentukan dalam peraturan," katanya.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) Mauldy Rauf Makmur mengatakan kenaikan dan penurunan di reksa dana sebenarnya hal yang biasa. 

Hal ini karena terdapat investor yang menambah dan mencairkan investasinya. Menurut dia penurunan pada periode tersebut masih terbilang wajar. 

“Secara khusus untuk reksa dana terproteksi memang penurunannya disebabkan aset dasarnya jatuh tempo, sementara penerbitan reksa dana terproteksi memang tidak banyak,” kata Mauldy kepada Bisnis, dikutip Minggu (26/2/2023).

Senada, Presiden dan CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra mengatakan, salah satu faktor penyebab penurunan produk reksa dana adalah perubahan strategi bisnis di masing-masing manajer investasi terkait. 

“Atau mungkin produk reksa dananya tidak diminati lagi oleh investor dan AUM-nya juga di bawah Rp10 miliar dan sulit untuk dikembangkan, atau ada perubahan regulasi yang menyebabkan landscape industri secara keseluruhan berubah dan lain-lain, sangat bervariasi sekali faktor penyebabnya,” kata Guntur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper