Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditutup melemah ke level Rp14.893 pada perdagangan hari ini, Jumat (3/2/2023). Sementara itu mata uang di kawasan Asia lainnya bergerak variatif.
Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup turun 0,04 persen atau 5,5 poin ke Rp14.893,5 per dolar AS. Hal tersebut terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS sebesar 0,11 persen ke 101,69.
Bersama dengan rupiah, mayoritas mata uang Asia lainnya juga melemah seperti won Korea Selatan yang turun 0,73 persen, kemudian ringgit Malaysia melemah 0,45 persen, dan yuan China melemah 0,24 persen.
Beberapa mata uang yang menguat adalah yen Jepang dengan kenaikan 0,01 persen dan peso Filipina menguat 0,34 persen.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam risetnya sempat melaporkan bahwa dolar bergerak turun ke level terendah setelah the Fed menaikkan suku bunga. Pasar juga memperkirakan perlambatan perekonomian AS memaksa the Fed untuk berbalik sikap dari hawkish.
“The Fed menaikkan suku bunga seperti yang diharapkan, dan mengatakan bahwa pihaknya berencana untuk terus menaikkan suku bunga untuk mengekang inflasi yang tinggi. Ketua Fed Jerome Powell juga menyatakan ketidakpastian mengenai di mana suku bunga akan mencapai puncaknya,” ujar Ibrahim dalam riset, Kamis (2/2/2023).
Baca Juga
Langkah the Fed yang terus menaikkan suku bunga disebut meningkatkan ekspektasi terhadap perlambatan ekonomi AS tahun ini. Hal ini dapat mendorong the Fed untuk memangkas suku bunga pada paruh kedua 2023.
Adapun sikap hawkish the Fed memukul nilai tukar dolar dengan indeks dolar dan indeks berjangka dolar turun 0,3 persen pada Kamis (2/2/2023). Adapun kedua instrumen tersebut telah turun lebih dari 1 persen sejak pengumuman kenaikan suku bunga.
Pelaku pasar tengah menunggu laporan nonfarm payrolls pada Januari 2023. Hal ini lantaran pelaku pasar mencari lebih banyak tanda pendinginan pada pasar pekerjaan.
“Mata uang Asia mendapat keuntungan dari pivot oleh Fed, mengingat hal itu akan memperlebar kesenjangan antara imbal hasil utang berisiko dan berisiko rendah,” jelasnya.
Setelah kenaikan sukuk bunga The Fed, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Inggris (BoE) masing-masing menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin seperti yang diharapkan pada Kamis waktu setempat, yang terakhir menandakan gelombang berbalik dalam pertempuran melawan lonjakan inflasi.
Mengutip Reuters, ECB secara eksplisit menyinggung setidaknya satu kenaikan lagi dengan besaran yang sama bulan depan dan menegaskan kembali komitmennya dalam memerangi inflasi yang tinggi. Presiden ECB Christine Lagarde mengakui prospek zona euro menjadi kurang mengkhawatirkan untuk pertumbuhan ekonomi dan inflasi.