Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditutup melemah ke level 15.601 pada perdagangan hari ini, Selasa (3/1/2023).
Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup melemah 0,18 persen ke Rp15.601 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS ditutup menguat 0,38 persen ke 103,92.
Bersamaan dengan rupiah, beberapa mata uang kawasan Asia Pasifik ditutup melemah. Di antaranya adalah rupee India 0,16 persen, peso Filipina turun 0,15 persen, dan dolar Hong Kong turun 0,10 persen.
Beberapa mata uang yang justru menguat pada perdagangan hari ini adalah baht Thailand naik 0,30 persen, won Korea Selatan naik 0,11 persen, ringgit Malaysia naik 0,09 persen, dan dolar Taiwan naik 0,08 persen.
Sementara itu beberapa mata uang yang ditutup stagnan adalah dolar Singapura, dan yuan Cina.
Bank Indonesia (BI) mencatat inflasi 2022 sebesar 5,51 persen (year-on-year/yoy) cukup terkendali. Meski demikian, BI menilai kenaikan inflasi 2022 terjadi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Baca Juga
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Inflasi pada Desember 2022 tercatat menjadi 0,66 persen (month-to-month/mtm) sehingga inflasi 2022 menjadi 5,51 persen (yoy). Realisasi tersebut meningkat dibandingkan dengan inflasi 2021 sebesar 1,87 persen (yoy).
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan indeks dolar mendekati posisi terendah dalam tujuh bulan terakhir. Pasar sedang menunggu sejumlah indikator utama perekonomian AS pada pekan ini.
“Termasuk nonfarm payrolls untuk bulan Desember dan risalah pertemuan terbaru The Fed serta ekspektasi kebijakan moneter BoJ yang lebih ketat,” ujar Ibrahim dalam riset, Selasa (3/1/2023).
Ibrahim menilai pasar tengah fokus pada risalah pertemuan Federal Reserve pada pekan ini. Pasar akan mengamati sinyal the Fed mengenai kebijakan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang yang diperkirakan akan meningkat 25 basis poin pada Februari 2023.
Sementara itu, investor berharap bank sentral Jepang tidak mengubah sikapnya mengenai kebijakan suku bunga. Namun, kebijakan ini akan bergantung pada langkah kontrol kurva imbal hasil.
Kemudian China tengah mengurangi pengetatan pembatasan Covid-19 di tengah lonjakan kasus. Meningkatnya kasus Covid-19 di China diperkirakan akan menghambat pertumbuhan perekonomian Cina dalam waktu dekat.
“Data yang dirilis hari ini juga menunjukkan bahwa ekonomi China terus berjuang dengan meningkatnya infeksi. Sektor manufaktur negara mencatat penurunan selama lima bulan berturut-turut,” ujar Ibrahim.
Dari dalam negeri, Ibrahim mengatakan Indonesia masih menghadapi perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Hal ini belum lagi ditambah adanya konflik geopolitik yang akan meningkatkan harga komoditas sehingga memicu tingginya inflasi pada negara maju.
Jika dilihat secara makro, perekonomian Indonesia masih terbilang baik ketimbang dengan negara lain. Hal ini terlihat dari perekonomian Indonesia yang tumbuh 4,83 persen pada kuartal I/2022.
Kemudian angka ini meningkat menjadi 5,60 persen pada semester I/2022, dan naik lagi menjadi 5,77 persen pada kuartal III/2022. Sementara pada semester II/2022 diperkirakan pertumbuhan perekonomian Indonesia berada di bawah 5 persen.