Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat di Wall Street, New York berakhir menguat pada akhir perdagangan Selasa (20/12/2022) waktu setempat, dengan saham teknologi yang masih tertekan lantaran sinyal hawkish Federal Reserve.
Berdasarkan data Bloomberg, Rabu (21/12/2022), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup naik 0,28 persen atau 92,20 ke 32.849,74, S&P 500 melejit 0,10 persen atau 3,96 poin ke 3.821,62, dan Nasdaq menguat tipis 0,01 persen atau 1,08 poin ke 10.547,11.
S&P 500 mengakhiri perdagangan dengan kenaikan moderat, menghentikan penurunan beruntun empat hari. Dengan sedikit katalis makro sebelum akhir tahun, volatilitas cenderung naik, seperti yang dialami pasar saham pada Selasa.
FedEx Corp. dan Nike Inc. melaporkan laba setelah penurutpan pasar. FedEx membukukan pendapatan fiskal kuartal kedua yang mengalahkan perkiraan analis, didukung oleh kenaikan harga dan pemotongan biaya yang membantu menutupi penurunan volume paket.
Sementara itu Nike Inc. melaporkan seperempat penumpukan inventaris, penjualan triwulanan dan margin kotornya melebihi perkiraan Wall Street. Saham FedEx dan Nike naik setelah sesi perdagangan.
Obligasi pemerintah AS secara luas menahan kerugian, dengan tenor 10 tahun naik menjadi sekitar 3,69 persen. Imbal hasil naik setelah langkah hawkish dari Bank of Japan (BoJ) yang mendorong yen melonjak lebih dari 4 persen terhadap dolar AS pada satu titik.
Baca Juga
Analis memperhitungkan lebih banyak kerugian terbentang di depan karena investor Jepang, pemain utama dalam utang AS dan Eropa, sekarang memiliki insentif untuk membawa pulang uang mereka.
Hingga saat ini, kebijakan BoJ cukup berbeda di antara bank sentral lain, yang sebagian besar telah memperketat kebijakan dengan cepat. Otoritas moneter Jepang menyesuaikan program kendali kurva imbal hasil untuk memungkinkan biaya pinjaman 10 tahun naik menjadi sekitar 0,5 persen, dibandingkan batas atas 0,25 persen sebelumnya, melawan perkiraan karena tidak ada perubahan pada rapat kebijakannya.
"Kebijakan BoJ yang lebih ketat akan menghapus salah satu jangkar global terakhir yang membantu menjaga biaya pinjaman pada tingkat rendah secara lebih luas," kata analis Deutsche Bank kepada klien.
Banyak ekonom sekarang mengharapkan BoJ untuk menaikkan suku bunga tahun depan, bergabung dengan Fed, ECB, dan bank sentral lainnya setelah satu dekade memberikan stimulus yang luar biasa.
Namun, Krishna Guha dan Peter Williams dari Evercore ISI mengatakan peningkatan biaya lindung nilai forex berarti investor Jepang telah berhenti menjadi pembeli bersih utang pemerintah AS. BoJ sebagai pemegang terbesar obligasi pemerintah Jepang akan mengambil sebagian besar kerugian dari risiko durasi di neraca sendiri.
“Dengan kata lain, ini adalah guncangan yang mengganggu tetapi bukan bencana besar bagi pasar global, BoJ mungkin menunjukkan bahwa sebenarnya untuk keluar dari kendali kurva imbal hasil secara bertahap dengan cara yang dapat dikelola, meskipun masih memiliki implikasi material bagi pasar,” kata Guha dan Williams.
Sementara itu, data menunjukkan konstruksi rumah baru di AS terus menurun pada November, sebuah indikasi bahwa pengetatan The Fed memenuhi tujuannya. Namun, harga penutupan rumah baru naik pada kuartal ketiga, dan The Fed akan terus menaikkan suku bunga jika perumahan tetap mahal, yang dapat merugikan aset berisiko dalam jangka panjang.