Bisnis.com, JAKARTA — Prospek emiten-emiten sektor perunggasan di sisa 2022 diwarnai sentimen penurunan harga jual imbas dari pasokan yang relatif masih tinggi. Kebijakan penyeimbangan pasokan dan permintaan diperkirakan tidak cukup untuk mengangkat harga.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano dalam risetnya yang dirilis 4 Oktober 2022 menyebutkan harga ayam siap potong (livebird) pada September 2022 3 persen lebih rendah daripada Agustus 2022.
Pasokan yang lebih tinggi daripada level permintaan lantas membuat Badan Pangan Nasional mengeluarkan kebijakan kepada 10 perusahaan integrator, termasuk CPIN, JPFA, dan MAIN untuk menyerap 30 ton livebird setiap harinya dari peternak untuk membantu mengurangi oversupply.
“Namun kebijakan ini belum secara signifikan berpengaruh pada harga. Harga livebird masih di kisaran Rp15.000 per kilogram awal Oktober 2022. Di bawah harga referensi Rp21.000 per kilogram,” kata Victor.
Sementara itu, harga anak ayam usia sehari (DOC) terpantau stagnan meski harga daging ayam diperkirakan masih lemah dalam beberapa waktu ke depan. Harga jagung pipil kering untuk pakan juga dilaporkan naik 2—3 persen pada September 2022 di Jawa dan harga di Lampung masih memperlihatkan tren penurunan.
“Kami menurunkan rating untuk sektor unggas menjadi netral karena ketidakpastian harga livebird,” kata Victor.
Baca Juga
BRI Danareksa Sekuritas tidak merevisi target harga untuk emiten-emiten unggas yang berada di bawah pantauannya. Namun, rekomendasi untuk CPIN diturunkan dari buy menjadi hold dengan target harga Rp5.600 per saham.
Pilihan utama jatuh pada saham JPFA dengan target harga Rp2.100, sementara rekomendasi hold disematkan pada MAIN dengan target harga Rp650 per saham.
Senada, Analis Samuel Sekuritas Farras Farhan mengatakan bisnis perunggasan akan menghadapi sejumlah tantangan ke depan, terutama jika kebijakan culling atau pengurangan populasi diterapkan oleh pemerintah untuk menyeimbangkan pasokan.
“Untuk breeding cycle sendiri kami melihat akan bagus di semester II/2022, tetapi apabila tidak ada culling dapat membuat risiko oversupply makin besar,” katanya.
Terkait dengan tren pelemahan rupiah dan dampaknya dalam pengadaan bahan baku impor, Farras mengatakan para emiten telah menerapkan antisipasi dengan melakukan hedging forex untuk meminimalisir risiko nilai tukar.
Farras memberi rekomendasi pada saham JPFA dengan target harga Rp1.800 dan WMPP dengan target harga Rp190.